Minggu, 23 Desember 2012

MENENTUKAN TARIF PELAYANAN PUBLIK

Salah satu kewajiban aparatur negara yang juga disebut sebagai abdi negara yang diberi gaji yang tugas utamanya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang juga mengikuti kewajiban negara dalam Menyelenggarakan Tugas Negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU APBN (Mardiasmo 2000) dan juga oleh kewenangan fungsionallnya yang melekat dengan jabatan fungsionalnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk Retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for sevice). Walau pun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang sebenarnya dapat dipaksakan kepada pemerintah, dan pemerintah seharusnya memberikan prestasi dan presentasi kepada masyarkat.yang akhir-akhir ini tidak semua perestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani dapat di buat secara gratis mengingat terdapat barang privat yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara individu, barang publik yaitu barang dan jasa kebutuhan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat serta barang campuran privat dan barang publik yaitu barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya di nikmati secara individu tetapi sering masyarakat umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut “merit good” (semua orang bisa mendapatkannya tetapi tidak semua orang dapat mendapatkan barang dan jasa) tersebut seperti: air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi publik. Pertanyaan yang menarik timbul adalah bagaimana menentukan harga pelayanan publik yang harus di bebankan kepada masyarakat?

 
Kebijakan Elitis dan politis

Menyimak dan meminjam istilah sjahrill effendi (waspada 12/1) dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya Stekholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujutkan teori stewedship yang memposisikan stekholder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus di layani oleh agent.

Amanah undang-undang Rumah Sakit tentang RS sebagai BLU adalah pengampunan dosa pemerintah sehubungan dengan keidak mampuan menyediakan anggaran/dana untuk kesiapan dan ketersediaan kinerja pelayanan kesehatan di masa lalu; telah membuat RS di daerah "gulung kuming" bersiap-siap dengan sadar dan atau dengan paksaan untuk mewujudkannya. Berbagai problema menjadi miliki mereka yang ada di RS daerah dengan kesiapan menanggung sendiri dan atau secara bersama-sama stakeholder  mensikapinya. Apa yang terjadi adalah: berbagai konplik muncul dengan tematik yang berbeda-beda dan dengan ending yang beraneka pula. 

Kesiapan pemerintah melalui DEPKEU dengan berbagai kebijakannya memberikan bantuan yang seharusnya dikapi dengan tulus dan kerterbukaan, tetapi nyatanya adalah lain. Jasa pelayanan yang telah meninabobokkan yang telah mereka terima menjadi alasan mereka bersikap a priori dan curiga denga  BLU, apalagi didukung oleh manajemen yang selama ini mereka ketahui adalah serba tidak transparans dan tidak akuntabel, bagaimana mensikapinya?.

Kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menetukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna Barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibanyarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.

Berapa Harga Yang Harus Dibebankan

Organisasi sektor publik harus memutuskan berapa pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah beban (charge) dihitung sebesar total biaya total tersebut terdapat (full cost recorvery). Walupun akan mengalimi kesulitan dalam menghitung biaya total dikarena:
Pertama tidak diketahui secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengidentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes.kedua Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi, Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan perbedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.
ketiga Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi. Keempat Biaya yang harus diperhitungkan, apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost). Yang akan memasukkan bukan saja biaya opersai dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas Hal inilah yang disebut marginal cost pricing.

Kompleksitas Strategi Harga

Terdapat beberapa alternatif dalam menentukan harga yaitu dengan Two-part tariffs: yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variabel charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. Dengan Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum). Dengan Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga, dengan Full cost recorvery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan dan Harga di atas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost, seperti tarif mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
Penetuan tari ini juga harus mempertimbangkan Opportunity cost untuk staf, perlengkapan dll, Opprtunity cost of capital, Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to siciety (opportunity cost). Polling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu. Dan Cadangan inflasi.Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan marginal cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.

Standar pelayanan Minimum (SPM)

Berapapun harga yang dibebankan kepada masyarakat harusnya juga merujuk pada setandar yang dibuat oleh organisasi sektor publik sebagi bentuk perbandingan pelayanan yang dapat di ukur, untuk itu sektor publik harus segera merumuskan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang menekankan pada pengelolanan sektor publik yang memiliki paradikma Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu: ekonomi, efesiensi, dan efektifitas
Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input yang tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu dan Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
 
Dalam penentuan standar pelayanan minimum sebagai fetback pelayanan kepada masyarakat maka organisasi sektor publik harus memperhatikan stekholder sebagai orang yang berkentingan dengan keberadaan perusahaan karenanya keterlibatan stekholder dalam penyusunan tarif dan standar pelayanan minimum sangant urgen seperti, masyarakat umum, akademisi dan para konsultan dan pihakpihak yang konsen dalam sektor publik.

Penutup

Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan aset milik pemerintah, utang, dan laba BUMN/BUMD. Aturan yang bisa dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for purposes yaitu membedakan biaya untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total biaya. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang.

naskah asli dari: Muhammad Rizal SE.,M.Si