Minggu, 28 Maret 2010

mutu pelayanan rumahsakit dari audit kematian

Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian Di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi Jambi Tahun 2005
Fri, 15/02/2008 - 2:32am — joni rasmanto

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

THE EVALUATION INPATIENT CARE QUALITY
BY MORTALITY AUDIT IN KOL. ABUNDJANI DISTRICT HOSPITAL
IN JAMBI PROVINCE 2005.

Joni Rasmanto1, Tjahjono Koentjoro2, Hanevi Djasri3

INTISARI

Latar Belakang: Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kab. Merangin Prov. Jambi dari tahun 2002-2005
memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena peningkatan kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya audit medik atau dapat menjadi topik dalam audit medik di
rumah sakit. Audit kematian sebagai evaluasi kritis dilakukan dalam upaya perbaikan
mutu pelayanan kesehatan.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan kematian
yang tidak beralasan dari penyimpangan dalam area manajemen pelayanan kesehatan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah restrospective review, meriview kematian
yang tidak beralasan dengan menggunakan daftar tilik penyimpangan kematian di
RSKA.

Hasil: Dari 413 set RM kematian pasien yang diaudit berjumlah 102 set, kematian
tertinggi dari total kematian terjadi pada 2005, terhadap jumlah pasien terjadi pada 2004,
terbanyak menurut kode 002. 60% kematian berbiaya < Rp. 3.000.000,oo kematian
terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49%
dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, waktu kematian meningkat di bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi kematian pasien.
Keluarga merupakan penjamin terbesar biaya perawatan.

Dari 21 kematian tidak beralasan terdistribusi: 8 kematian terjadi karena kejadian
penyebab tidak dikenal; 7 kematian karena diagnosa tidak tepat; 5 kematian terjadi
karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan 1 kematian karena diagnosa
utama terlambat ditegakkan. Penyebab-penyebab terpenting terjadi dalam area:
administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan, dan pelayanan klinik
khusus. RM pasien belum lengkap. Secara teoritis mutu administrasi dan RM RSKA
adalah belum baik. Kematian tidak beralasan memberikan gambaran bagaimana
penegakkan diagnosa penyakit, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pencegahan dan pengobatan.

Kesimpulan: Penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil
dari audit dan riview terjadi dalam area: administrasi/manajemen, Anggota SMF/
individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus.

Kata Kunci: audit kematian, kematian tidak beralasan, mutu pelayanan rawat inap.
1) RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO, KAB. MERANGIN. PROVINSI JAMBI
2) BAPELKES GOMBONG
3) PROGRAM PASCA SARJANA IKM FK UGM

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

Pendahuluan

Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dari tahun 2002-
2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena kematian dapat dijadikan salah
satu penyebab diperlukannya atau dapat menjadi topik pelaksanaan audit medik
bagi rumah sakit.1 Angka kematian merupakan salah satu indikator yang
berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik. Total kematian pasien >
48 jam dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan
bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur
pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien.2
Berbagai kegiatan untuk mendukung manajemen mutu telah dilakukan
RSKA tetapi belum mempengaruhi adanya perbaikan jika dilihat dari peningkatan
angka kematian > 48 jam dan masih adanya pasien instalasi rawat inap yang
dirujuk ke rumah sakit lain antara tahun 2002-2005. Jika dihubungkan dengan
mutu pelayanan, hal tersebut dapat memberikan gambaran masih tingginya
angka mortalitas, tingginya angka mortalitas dapat memberikan asumsi
rendahnya mutu pelayanan rumah sakit.3
Kematian pasien secara klinik dapat disebabkan oleh gagalnya tahapan
menegakkan diagnosa penyakit, tidak lengkapnya anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang dan dapat pula sebagai akibat dari informasi yang
dibutuhkan dokter tidak dapat diberikan oleh pasien dan atau keluarganya
sehingga upaya pelayanan dapat saja tidak tepat sasaran dan tidak adekuat.
Catatan medis pada fase kritis menjelang kematian pasien dari rekam medik
merupakan informasi dan komponen penting dalam manajemen mutu di rumah
sakit.
The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar
untuk pekerjaan profesional di rumah sakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang
penting yang berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan
tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian
kasar; angka kematian pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian
persalinan dan angka kematian bayi.4 Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat
dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian di rumah sakit dan sebagai
indikatornya angka berikut yang merupakan acuan umum: angka kematian kasar
3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%; angka kematian anastesi < 1%;
angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka kematian bayi 15-20‰.2
Departemen Kesehatan mengharuskan rumah sakit melakukan audit
medis, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit
sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit. Aspek mutu
pelayanan medik di rumah sakit berkaitan erat dengan masalah medikolegal 5.
Permasalahan pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah:
penyebab kematian di instalasi rawat inap RSKA dari tahun 2002-2005;
persentase kematian yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dengan
harapan hasil penelitian dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan
perbaikan mutu pelayanan.

Bahan dan Cara Penelitian.

Audit termasuk penelitian jenis kualitatif, dengan metode retrospektif
riview. Peneliti menggunakan “Daftar Tilik Analisis Penyimpangan Mortalitas”
untuk mengetahui alasan kematian > 48 jam tahun 2002-2005 di RSKA.
Hasil Penelitian
Hasil audit ditemui distribusi kematian menurut tahun kejadian kematian,
menurut nomor kode SMF yang merawat, menurut biaya perawatan, menurut
kelas perawatan, menurut kelompok umur, menurut jenis kelamin, menurut bulan
kejadian, menurut kesaksian, menurut penjamin biaya. Sedangkan untuk
kematian tidak beralasan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Diagnosa terlambat.
Satu kasus kematian dengan diagnosa Decompensatio Cordis + Malaria
Falsiparum yang terjadi karena keterlambatan penegakan diagnosa dengan
kode RM 002-12. Hasil audit menunjukan bahwa diagnosa Malaria dan
tindakan untuk mengatasi Malaria baru diberikan setelah hasil laboratorium
diketahui pada hari ketiga perawatan. Sebenarnya sudah terdapat kecurigaan
adanya Malaria pada hari pertama karena pada saat itu telah terdapat hasil
pemeriksaan darah Malaria, namun masih diragukan. Dokter umum yang
merawat berkonsultasi dengan dokter ruangan pada hari kedua tetapi tidak
dapat dihubungi karena berada di luar kota.
b. Diagnosis tidak tepat
Terdapat 7 (tujuh) kematian yang disebabkan karena ketidak tepatan
dalam penegakkan diagnosa. Contoh kasus dengan kode RM 002-1, dimana
diagnosa pada hari pertama yakni Malaria tanpa komplikasi ternyata tidak
sesuai dengan bukti yang ada. Bukti menunjukkan bahwa seharusnya hari
pertama sudah dapat ditegakkan diagnosis Malaria dengan komplikasi Ilius
Paraltik cc Obstruksi.
Hasil audit memberikan jawaban bahwa bukti adanya Ilius Obstruksi pada
hari pertama masih dinilai lemah, konsul medis spesialistik dijawab keesokan
harinya karena perawat tidak menemukan dokter konsulen dan juga karena
hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya
diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Saran untuk
puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien, pasien makan
bubur pagi harinya. Penyebab utama laboratorium dan radiologi tidak
mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita
pasien.
c. Pencegahan tidak adekuat
Terdapat 5 (lima) kasus kematian karena penyebab kematian tidak
dicegah dengan baik. Contoh kasus ini adalah RM 004-5 yaitu kasus kematian
akibat depresi susunan saraf pusat akibat kejang demam berulang. Tindakantindakan
untuk mencegah kejang berulang dinilai tidak diambil dengan cara
yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, yaitu: tidak dilakukannya
kompres dingin, tidak ada terapi ulang pemberian anti kejang supositoria
perrectal, pemasangan IVFD tidak dengan Vena Sectio sehingga intervensi
pemasangan IVFD ulang akan merangsang jangkitan kejang. Diskusi
menyimpulkan bahwa tindakan pencegahan tersebut tidak diambil dengan
cara yang memadai dan tepat waktu karena tidak ada instruksi dokter, dokter
tidak memperbaharui instruksi pada hari-hari perawatan berikutnya.
d. Penyebab tidak diketahui
Terdapat 8 (delapan) kematian karena penyebab kematian tidak diketahui,
tidak diketahui dapat disebabkan oleh komunikasi yang terbatas, tidak
dilakukan pemeriksaan catatan perkembangan, tidak melakukan pemeriksaan
vital sign, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi meragukan dokter
utama, Contoh kasus ini adalah RM 002-1 yaitu kasus kematian karena masih
menduga pasien sesak napas sebagai akibat Penyakit TBC Paru yang diderita
pasien. Pencatatan adanya gejala sepsis dilakukan, pengobatan diarahkan
pada diagnosis utama. Hasil diskusi ditemui bahwa tidak adanya hasil
pencatatan perkembangan pasien yang dikomunikasikan dan adanya
keraguan terhadap hasil pemeriksaan Malaria dan angka leukosit serta hasil
biakan kultur, sedangkan dokter utama juga tidak dapat dihubungi.
Dari uraian di atas terdapat beberapa penyebab terjadinya kematian yang
tidak beralasan kemudian penyebab tersebut dikelompokkan dalam area
penyimpangan manajemen pelayanan kesehatan seperti tertera pada tabel
berikut ini.

Tabel Area Penyebab Kematian Tidak Beralasan

NO Penyebab dari Hasil Audit Area Penyebab Utama Jumlah
1 1. Peralatan kompres tidak tersedia
2. Suppositoria rectal tidak ada
3. Kebijakan untuk keberadaan dokter jaga ruang rawat belum ada
4. Kebijakan SMF mengatur bila dokter spesialis meninggalkan tempat tugas belum ada
5. Selang oksigen sering lepas
6. Perawat terlatih hanya dinas pagi
7. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
8. Anggota keluarga banyak menunggu
9. Ketersediaan darah segar
10. Dokter jaga ruang rawat belum ada
11. Diklat internal bagi staf klinik belum maksimal
12. Advokasi RSKA PMI belum ada hasil
Administrasi/manajemen
RS: terkait dengan fasilitas, peralatan, insentif, kebijakan, kepemimpinan,
12
2 1. Hari pertama pasien dirawat dokter umum
2. Konsultasi medis spesialis dijawab oleh dokter umum setelah mendapat penjelasan dokter utama
Staf/Bagian/Pelayanan Medis;
2
3 1. Dokter tidak menulis instruksi
2. Dokter tidak menulis instruksi dengan jelas dan benar
3. Pemasangan NGT pada hari ketiga setelah ada keluhan kembung
4. Dokter hanya menuliskan idem, terapi teruskan
5. Melaksanakan hak cuti besar
6. Konsultasi medis spesialis dijawab keesokan harinya
7. Perawat tidak menemukan dokter konsulen
8. Pasien dirawat dokter umum pada hari pertama dirawat
9. Hasil malaria diragukan Anggota SMF/individual:
9
4 1. Belum adanya Protap dan standar pelayanan laboratorium
2. Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi belum mendukung tegaknya diagnosa
3. Pemeriksaan biakan belum maksimal hasilnya
4. Hasil malaria meragukan Pelayanan Klinik Khusus: laboratorium, radiologi, elektromedik, anastesi, tindakan operasi, dan lainnya
4
5 1. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
2. Diklat internal bagi para staf klinik dengan pengalaman yang masih rendah belum berfungsi maksimal
3. Selang oksigen sering lepas
4. Rehidrasi tidak menggunakan Venasectio
5. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
6. Menggunakan spalk dari kardus
7. Mangkok air tersedia hanya untuk tempat cuci tangan dokter dan cuci tangan perawat
8. Persiapan catater sebagai bahan habis pakai habis
Unit pelayanan: rawat inap, rawat jalan, UGD, dsb 8
6 1. Perawat yang terlatih vena seksi tidak mudah dihubungi
2. Kurangnya pengetahuan Perawat tentang anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
3. Selang oksigen sering lepas
4. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Perawat/individual 4
7 1. Instruksi dokter 1 liter/menit, perawat memasangnya 3 liter/menit
2. Tidak ada instruksi dokter Pelayanan Terapi Bukan Oleh Dokter 2
8 1. Menolak perawatan intensif
2. Pemasangan kateter cateter bukan sesaat setelah instruksi dokter dibuat
3. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien
Kondisi dan atau ketidaktaatan pasien 3
9 1. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
2. Keluarga masih mencari donatur darah
3. Pasien belum membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan Faktor masyarakat 3
10 1. Keraguan terhadap hasil pemeriksaan darah untuk malaria
2. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Sesuatu yang memerlu kan penelitian lebih lanjut. 2

Terdapat beberapa area penting yang perlu diintervensi untuk
memperbaiki pelayanan dirawat inap yang diharapkan nantinya dapat
menurunkan jumlah kematian yang tidak beralasan. Dua Belas penyebab
kematian berada dalam area administrasi/kebijakan RSKA yang terkait dengan
fasilitas pelayanan, ketersediaan peralatan, kebijakan insentif, kebijakan
pelayanan, kebijakan SDM, advokasi dan kepemimpinan.
Kebijakan SDM sebagai contoh, yang belum menunjang struktur proses
diantaranya adalah pelatihan perawat mahir anak yang baru dimulai pada tahun
2004 dan yang diberangkatkanpun baru 2 (dua) orang, saat penelitian
berlangsung satu orang diantaranya telah lulus PNS dan ditempatkan di
Puskesmas di Kecamatan Muara Madras dan tidak ada program serupa dalam
Dokumen Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2005 tetapi ada dalam Rencana
Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2006. Seorang yang lain adalah kepala
ruang rawat sendiri.
Jika kebijakan SDM RSKA menunjang mutu struktur proses pelayanan,
maka sebelum ujian penerimaan PNS mereka diberikan rekomendasi dan
penyampaian surat permohonan penempatan mereka kembali ke RSKA jika
mereka lulus. Penempatan kembali mereka yang lulus akan tetap memberikan
kontribusi atas ketersediaan tenaga terlatih yang diharapkan akan lebih
berkompetensi lagi dengan adanya perubahan status kepegawaian mereka
dalam memberikan pelayanan kesehatan di rawat inap. Upaya kepemimpinan
dengan komunikasi antar pimpinan instansi daerah yang jika dilakukan akan
memberikan kontribusi dalam manajemen SDM guna peningkatan kemampuan
pemberi pelayanan. 6
Sembilan penyebab kematian berada dalam area anggota SMF/individual
terkait faktor individual. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh adalah
dokter utama tidak menulis instruksi atau jikapun menulis instruksi tidak dengan
jelas dan benar sehingga pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan oleh
perawat perlu berkonsultasi lagi yang membutuhkan waktu dan
mengesampingkan kesempatan memberikan pertolongan kepada pasien tepat
pada waktunya. Riview terhadap RM kode SMF 003 catatan perkembangan dan
terapi pasien telah menerakan S-O-A-P-I-E pada setiap kali visit. Mengapa 3
(tiga) dokter utama lainnya tidak menerapkan model yang populer tersebut masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Tidak menuliskan intruksi berakibat pada tidak adanya informasi pasti
bagaimana pengobatan hari ini terhadap pasien yang kondisi penyakitnya
berubah dari hari pertama dirawat. Menurut Kathie dalam tulisannya memastikan
bahwa pendokumentasian berbagai informasi tentang pasien sekecil apapun
manfaatnya akan dapat mereduksi kesalahan data pasien, mereduksi kejadian
medical error dan meningkatan dokumentasi keperawatan.7
Keraguan atas pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik
yang terjadi dapat saja terjadi pada dokter yang berada di daerah sehubungan
dengan akses yang terbatas untuk mendapatkan informasi mutakhir.
Diperkirakan dokter umum yang ingin meng-update pengetahuannya harus
membaca 19 artikel dalam jurnal perhari selama 365 hari setahun, faktanya
dokter rata-rata hanya menyempatkan membaca jurnal kurang dari 1 jam
perminggu selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian terbesar praktik
kedokteran dilaksanakan dengan menafikkan perkembangan ilmu, penelitian
yang telah menyerap banyak sumber daya manusia, waktu, biaya, bahkan
pengorbanan pasien, hasilnya sebagian dibiarkan mubazir. 8
Atul, mengemukakan kisah tentang keputusan pengobatan dan tindakan
diambil dari ketidakpastian terhadap pasien dengan sellulitis yang akhirnya
dipastikan menderita Fasiitis Nekrotikans. Awal terapi dilakukan dengan
pemberian antibiotik, anti tetanus, pereda nyeri; ruam merah menyebar setelah
beberapa hari kemudian padahal ada kecurigaan Fasiitis Nekrotikans sehari
setelah pasien masuk RS. Keputusan penanganan diambil setelah
mempertimbangkan jawaban dari 2 (dua) dokter residen senior, pasien masih
muda dan hubungan pasien dengan orangtuanya sangat begitu mesra sesuatu
yang sangat jarang terjadi di Amerika.9
Delapan penyebab kematian berada dalam area unit pelayanan seperti
instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, kamar operasi dan ICU. Penyebab
penyimpangan yang dijadikan contoh pembahasan adalah pendidikan dan
pelatihan (diklat) internal yang menjadi tanggungjawab Gugus Kendali Mutu
RSKA belum berjalan maksimal. Diskusi lebih lanjut menyimpulkan jika program
Diklat sekali dalam seminggu terhadap perawat berlangsung dengan baik dan
berkesinambungan maka perawat akan memiliki pengetahuan yang diharapkan
mampu meningkatkan kemampuan diri dalam pemberian pelayanan.
Peralatan sebagai unsur dalam manajemen pelayanan kesehatan dengan
kriteria tersedia dan siap pakai berbeda maknanya dengan ada yang dapat saja
tidak siap untuk dipakai. Ketersediaan adalah tercukupi jika penggunaannya
sesuai dengan jumlah pasien yang membutuhkan, tidak harus menghentikan
penggunaan ventilator pada seseorang yang mulai mereda gangguan
pernapasannya jika dibutuhkan oleh orang lain yang baru mengalami gangguan
pernapasan. Dibutuhkan anggaran untuk pemeliharaan,10 orang yang melakukan
pemeliharaan dan jadwalnya serta prosedur lainnya agar peralatan tersebut
selalu dalam keadaan siap pakai. Kondisi seperti ini dapat membantu pelayanan
dan dapat mereduksi terjadinya medication error yang dapat berakibat pada
kematian pasien.11

Kesimpulan

Kematian pasien > 48 jam tercatat 413 orang dan RM yang diaudit
berjumlah 102 set RM. Persentase kejadian kematian tertinggi terhadap total
kematian terjadi pada tahun 2005 sedangkan terhadap jumlah pasien terjadi
pada tahun 2004. kematian terbanyak berdasarkan kode dokter 002 baik
terhadap total kematian maupun terhadap jumlah pasien. Enam puluh persen
kematian menelan biaya dibawah Rp. 3.000.000,oo sedangkan menurut kelas
perawatan terbanyak terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian yang terjadi
diusia > 45 tahun berjumlah 49% dengan jenis kelamin terbanyak adalah
perempuan, sedangkan waktu kejadian kematian meningkat pada bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi dalam
kematian pasien ini. Keluarga pasien menjadi penjamin biaya perawatan pasien
selama dirawat sampai meninggal.

Dari audit kematian ditemui kematian tidak beralasan yang terdiri dari:
1. 8 kematian terjadi karena kejadian penyebab tidak dikenal;
2. 7 kematian karena diagnosa tidak tepat;
3. 5 kematian terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan
4. 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan

Penyebab-penyebab kematian > 48 jam yang tidak beralasan berada
dalam semua area penyimpangan dengan rincian area: administrasi/manajemen
RS dengan 12 penyebab, Anggota SMF/individual 9 penyebab, unit pelayanan
dengan 8 penyebab, pelayanann klinik khusus 4 penyebab, dan perawat/
individual dengan 4 penyebab, sedangkan kondisi dan atau ketidak taatan pasien
dengan 3 penyebab, faktor masyarakat dengan 3 penyebab, sesuatu yang
memerlukan penelitian lebih lanjut dengan 2 penyebab dan. 2 penyebab
termasuk dalam area Staf/Bagian pelayanan medik.

B. Saran

Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian
proses-proses dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsurunsur
manajemen seperti peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.
Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang
menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan
manajemen resiko dan manajemen mutu.

Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang
mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam
bidang: faktor pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan,
faktor masa kerja dan lama Jabatan, faktor beban kerja, faktor fasilitas dan
peralatan, faktor Standart Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor
administrasi dan alur layanan, faktor pengendalian dan evaluasi, faktor
manajemen rawat inap dan faktor staf medis fungsional.

Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan
masalah mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam
komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga
ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari
masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia,
kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem,
prosedur, atau faktor-faktor lain; 12
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan
(root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;
3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;
4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah
dilaksanakan;
5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau
terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah
etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang
berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Depkes, (2005) SK Menkes No: 496/MENKES/IV/2005 tentang Pedoman Audit
Medik di Rumah Sakit. http://www.depkes.ri.go.id/
2. Depkes, (2002) Standar Asuhan Keperawatan. Dirjen RSU dan Pendidikan.
Jakarta.
3. Wiyono, (1999) Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan
Aplikasi. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Soejadi, (1996) Siregar, P. (2001). Hubungan Audit Rekam Medis, Insentif,
Beban Kerja dengan Kepatuhan Dokter dan Perawat Dalam Pengisian Rekam
Medis di RSUD Purwodadi. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada. Jogjakarta.
5. Moeloek, (2005) Perlukah Audit Medik Di Rumah Sakit, Kompas On Line.
6. Guwandi,. J,. (2005) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Johnson, Kathie et al, (2006) A Nurse-driven System for Improving Patient
Quality Outcomes. J. Nurs Care Qual, Vol 21. No 2 pp 168-175. Lippincott.
William & Wilkins, Inc
8. Sastroasmoro, Sudigdo. (2000) Logika dalam Kedokteran: Dari Hippocrates, Ibn
Sina, hingga Wacana “Evidence-Based Medicine”. Pidato pada Pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada FKUI, Jakarta.
9. Gewande, Atul, (2005) Komplikasi, PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
10.Colaizzo,. Dominic. A (2003) Introducing to Risk Financing, Risk Management
Handbook For Health Care Organizations, Roberta Caroll, editor,4th Edition,
Americans Soceity for Healthcare Risk Management, AHA Press.
11.Stiles, R.E. (1997) What Is the Cost of Controlling Quality? Activity-Based Cost
Accounting Offers an Answer. Hospital & Health Services Administration.
Academic Research Library, 42,2, p. 193.
12. Kizer, Kenneth. W & Stegun, Melissa,. B, (2002) Serious Reportable Adverse
Events in Health Care, Advances in Patient Safety Vol 4. p. 339-352

mutu pelayanan rumahsakit dari audit kematian

Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian Di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi Jambi Tahun 2005
Fri, 15/02/2008 - 2:32am — joni rasmanto

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

THE EVALUATION INPATIENT CARE QUALITY
BY MORTALITY AUDIT IN KOL. ABUNDJANI DISTRICT HOSPITAL
IN JAMBI PROVINCE 2005.

Joni Rasmanto1, Tjahjono Koentjoro2, Hanevi Djasri3

INTISARI

Latar Belakang: Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kab. Merangin Prov. Jambi dari tahun 2002-2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena peningkatan kematian dapat dijadikan salah satu penyebab diperlukannya audit medik atau dapat menjadi topik dalam audit medik di rumah sakit. Audit kematian sebagai evaluasi kritis dilakukan dalam upaya perbaikan mutu pelayanan kesehatan.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan kematian
yang tidak beralasan dari penyimpangan dalam area manajemen pelayanan kesehatan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah restrospective review, meriview kematian
yang tidak beralasan dengan menggunakan daftar tilik penyimpangan kematian di RSKA.

Hasil: Dari 413 set RM kematian pasien yang diaudit berjumlah 102 set, kematian tertinggi dari total kematian terjadi pada 2005, terhadap jumlah pasien terjadi pada 2004, terbanyak menurut kode 002. 60% kematian berbiaya < Rp. 3.000.000,oo kematian
terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49%
dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, waktu kematian meningkat di bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi kematian pasien.
Keluarga merupakan penjamin terbesar biaya perawatan.

Dari 21 kematian tidak beralasan terdistribusi: 8 kematian terjadi karena kejadian
penyebab tidak dikenal; 7 kematian karena diagnosa tidak tepat; 5 kematian terjadi
karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan. Penyebab-penyebab terpenting terjadi dalam area:
administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan, dan pelayanan klinik
khusus. RM pasien belum lengkap. Secara teoritis mutu administrasi dan RM RSKA adalah belum baik. Kematian tidak beralasan memberikan gambaran bagaimana penegakkan diagnosa penyakit, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pencegahan dan pengobatan.

Kesimpulan: Penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil dari audit dan riview terjadi dalam area: administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus.

Kata Kunci: audit kematian, kematian tidak beralasan, mutu pelayanan rawat inap.
1) RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO, KAB. MERANGIN. PROVINSI JAMBI
2) BAPELKES GOMBONG
3) PROGRAM PASCA SARJANA IKM FK UGM

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

Pendahuluan

Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol. Abundjani Bangko (RSKA), Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dari tahun 2002-2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena kematian dapat dijadikan salah satu penyebab diperlukannya atau dapat menjadi topik pelaksanaan audit medik bagi rumah sakit.1 Angka kematian merupakan salah satu indikator yang berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik. Total kematian pasien > 48 jam dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien.2
Berbagai kegiatan untuk mendukung manajemen mutu telah dilakukan RSKA tetapi belum mempengaruhi adanya perbaikan jika dilihat dari peningkatan angka kematian > 48 jam dan masih adanya pasien instalasi rawat inap yang dirujuk ke rumah sakit lain antara tahun 2002-2005. Jika dihubungkan dengan mutu pelayanan, hal tersebut dapat memberikan gambaran masih tingginya angka mortalitas, tingginya angka mortalitas dapat memberikan asumsi rendahnya mutu pelayanan rumah sakit. Kematian pasien secara klinik dapat disebabkan oleh gagalnya tahapan menegakkan diagnosa penyakit, tidak lengkapnya anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan dapat pula sebagai akibat dari informasi yang dibutuhkan dokter tidak dapat diberikan oleh pasien dan atau keluarganya sehingga upaya pelayanan dapat saja tidak tepat sasaran dan tidak adekuat. Catatan medis pada fase kritis menjelang kematian pasien dari rekam medik merupakan informasi dan komponen penting dalam manajemen mutu di rumah
sakit.
The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar untuk pekerjaan profesional di rumah sakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang penting yang berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian kasar; angka kematian pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian persalinan dan angka kematian bayi.4 Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian di rumah sakit dan sebagai indikatornya angka berikut yang merupakan acuan umum: angka kematian kasar 3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%; angka kematian anastesi < 1%;
angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka kematian bayi 15-20‰.2 Departemen Kesehatan mengharuskan rumah sakit melakukan audit medis, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit. Aspek mutu pelayanan medik di rumah sakit berkaitan erat dengan masalah medikolegal 5.
Permasalahan pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: penyebab kematian di instalasi rawat inap RSKA dari tahun 2002-2005; persentase kematian yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dengan harapan hasil penelitian dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan perbaikan mutu pelayanan.

Bahan dan Cara Penelitian.

Audit termasuk penelitian jenis kualitatif, dengan metode retrospektif riview. Peneliti menggunakan “Daftar Tilik Analisis Penyimpangan Mortalitas” untuk mengetahui alasan kematian > 48 jam tahun 2002-2005 di RSKA.
Hasil Penelitian
Hasil audit ditemui distribusi kematian menurut tahun kejadian kematian, menurut nomor kode SMF yang merawat, menurut biaya perawatan, menurut kelas perawatan, menurut kelompok umur, menurut jenis kelamin, menurut bulan kejadian, menurut kesaksian, menurut penjamin biaya. Sedangkan untuk kematian tidak beralasan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Diagnosa terlambat.
Satu kasus kematian dengan diagnosa Decompensatio Cordis + Malaria Falsiparum yang terjadi karena keterlambatan penegakan diagnosa dengan kode RM 002-12. Hasil audit menunjukan bahwa diagnosa Malaria dan tindakan untuk mengatasi Malaria baru diberikan setelah hasil laboratorium diketahui pada hari ketiga perawatan. Sebenarnya sudah terdapat kecurigaan adanya Malaria pada hari pertama karena pada saat itu telah terdapat hasil pemeriksaan darah Malaria, namun masih diragukan. Dokter umum yang merawat berkonsultasi dengan dokter ruangan pada hari kedua tetapi tidak dapat dihubungi karena berada di luar kota.
b. Diagnosis tidak tepat
Terdapat 7 (tujuh) kematian yang disebabkan karena ketidak tepatan dalam penegakkan diagnosa. Contoh kasus dengan kode RM 002-1, dimana diagnosa pada hari pertama yakni Malaria tanpa komplikasi ternyata tidak sesuai dengan bukti yang ada. Bukti menunjukkan bahwa seharusnya hari pertama sudah dapat ditegakkan diagnosis Malaria dengan komplikasi Ilius Paraltik cc Obstruksi.
Hasil audit memberikan jawaban bahwa bukti adanya Ilius Obstruksi pada hari pertama masih dinilai lemah, konsul medis spesialistik dijawab keesokan harinya karena perawat tidak menemukan dokter konsulen dan juga karena hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien, pasien makan bubur pagi harinya. Penyebab utama laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
c. Pencegahan tidak adekuat
Terdapat 5 (lima) kasus kematian karena penyebab kematian tidak dicegah dengan baik. Contoh kasus ini adalah RM 004-5 yaitu kasus kematian akibat depresi susunan saraf pusat akibat kejang demam berulang. Tindakantindakan untuk mencegah kejang berulang dinilai tidak diambil dengan cara yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, yaitu: tidak dilakukannya kompres dingin, tidak ada terapi ulang pemberian anti kejang supositoria perrectal, pemasangan IVFD tidak dengan Vena Sectio sehingga intervensi pemasangan IVFD ulang akan merangsang jangkitan kejang. Diskusi
menyimpulkan bahwa tindakan pencegahan tersebut tidak diambil dengan cara yang memadai dan tepat waktu karena tidak ada instruksi dokter, dokter tidak memperbaharui instruksi pada hari-hari perawatan berikutnya.
d. Penyebab tidak diketahui
Terdapat 8 (delapan) kematian karena penyebab kematian tidak diketahui, tidak diketahui dapat disebabkan oleh komunikasi yang terbatas, tidak dilakukan pemeriksaan catatan perkembangan, tidak melakukan pemeriksaan vital sign, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi meragukan dokter utama, Contoh kasus ini adalah RM 002-1 yaitu kasus kematian karena masih menduga pasien sesak napas sebagai akibat Penyakit TBC Paru yang diderita pasien. Pencatatan adanya gejala sepsis dilakukan, pengobatan diarahkan pada diagnosis utama. Hasil diskusi ditemui bahwa tidak adanya hasil pencatatan perkembangan pasien yang dikomunikasikan dan adanya
keraguan terhadap hasil pemeriksaan Malaria dan angka leukosit serta hasil biakan kultur, sedangkan dokter utama juga tidak dapat dihubungi.
Dari uraian di atas terdapat beberapa penyebab terjadinya kematian yang tidak beralasan kemudian penyebab tersebut dikelompokkan dalam area penyimpangan manajemen pelayanan kesehatan seperti tertera pada tabel berikut ini.

Tabel Area Penyebab Kematian Tidak Beralasan

NO Penyebab dari Hasil Audit Area Penyebab Utama Jumlah
1 1. Peralatan kompres tidak tersedia
2. Suppositoria rectal tidak ada
3. Kebijakan untuk keberadaan dokter jaga ruang rawat belum ada
4. Kebijakan SMF mengatur bila dokter spesialis meninggalkan tempat tugas belum ada
5. Selang oksigen sering lepas
6. Perawat terlatih hanya dinas pagi
7. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
8. Anggota keluarga banyak menunggu
9. Ketersediaan darah segar
10. Dokter jaga ruang rawat belum ada
11. Diklat internal bagi staf klinik belum maksimal
12. Advokasi RSKA PMI belum ada hasil
Administrasi/manajemen
RS: terkait dengan fasilitas, peralatan, insentif, kebijakan, kepemimpinan,12
2 1. Hari pertama pasien dirawat dokter umum
2. Konsultasi medis spesialis dijawab oleh dokter umum setelah mendapat penjelasan dokter utama Staf/Bagian/Pelayanan Medis;2
3 1. Dokter tidak menulis instruksi
2. Dokter tidak menulis instruksi dengan jelas dan benar
3. Pemasangan NGT pada hari ketiga setelah ada keluhan kembung
4. Dokter hanya menuliskan idem, terapi teruskan
5. Melaksanakan hak cuti besar
6. Konsultasi medis spesialis dijawab keesokan harinya
7. Perawat tidak menemukan dokter konsulen
8. Pasien dirawat dokter umum pada hari pertama dirawat
9. Hasil malaria diragukan Anggota SMF/individual:9
4 1. Belum adanya Protap dan standar pelayanan laboratorium
2. Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi belum mendukung tegaknya diagnosa
3. Pemeriksaan biakan belum maksimal hasilnya
4. Hasil malaria meragukan Pelayanan Klinik Khusus: laboratorium, radiologi, elektromedik, anastesi, tindakan operasi, dan lainnya 4
5 1. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
2. Diklat internal bagi para staf klinik dengan pengalaman yang masih rendah belum berfungsi maksimal
3. Selang oksigen sering lepas
4. Rehidrasi tidak menggunakan Venasectio
5. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
6. Menggunakan spalk dari kardus
7. Mangkok air tersedia hanya untuk tempat cuci tangan dokter dan cuci tangan perawat
8. Persiapan catater sebagai bahan habis pakai habis
Unit pelayanan: rawat inap, rawat jalan, UGD, dsb 8
6 1. Perawat yang terlatih vena seksi tidak mudah dihubungi
2. Kurangnya pengetahuan Perawat tentang anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
3. Selang oksigen sering lepas
4. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Perawat/individual 4
7 1. Instruksi dokter 1 liter/menit, perawat memasangnya 3 liter/menit
2. Tidak ada instruksi dokter Pelayanan Terapi Bukan Oleh Dokter 2
8 1. Menolak perawatan intensif
2. Pemasangan kateter cateter bukan sesaat setelah instruksi dokter dibuat
3. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien
Kondisi dan atau ketidaktaatan pasien 3
9 1. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
2. Keluarga masih mencari donatur darah
3. Pasien belum membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan Faktor masyarakat 3
10 1. Keraguan terhadap hasil pemeriksaan darah untuk malaria
2. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Sesuatu yang memerlu kan penelitian lebih lanjut. 2

Terdapat beberapa area penting yang perlu diintervensi untuk memperbaiki pelayanan dirawat inap yang diharapkan nantinya dapat menurunkan jumlah kematian yang tidak beralasan. Dua Belas penyebab kematian berada dalam area administrasi/kebijakan RSKA yang terkait dengan fasilitas pelayanan, ketersediaan peralatan, kebijakan insentif, kebijakan pelayanan, kebijakan SDM, advokasi dan kepemimpinan.
Kebijakan SDM sebagai contoh, yang belum menunjang struktur proses diantaranya adalah pelatihan perawat mahir anak yang baru dimulai pada tahun 2004 dan yang diberangkatkanpun baru 2 (dua) orang, saat penelitian berlangsung satu orang diantaranya telah lulus PNS dan ditempatkan di Puskesmas di Kecamatan Muara Madras dan tidak ada program serupa dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2005 tetapi ada dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2006. Seorang yang lain adalah kepala ruang rawat sendiri.
Jika kebijakan SDM RSKA menunjang mutu struktur proses pelayanan, maka sebelum ujian penerimaan PNS mereka diberikan rekomendasi dan penyampaian surat permohonan penempatan mereka kembali ke RSKA jika mereka lulus. Penempatan kembali mereka yang lulus akan tetap memberikan kontribusi atas ketersediaan tenaga terlatih yang diharapkan akan lebih berkompetensi lagi dengan adanya perubahan status kepegawaian mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan di rawat inap. Upaya kepemimpinan dengan komunikasi antar pimpinan instansi daerah yang jika dilakukan akan memberikan kontribusi dalam manajemen SDM guna peningkatan kemampuan pemberi pelayanan. 6
Sembilan penyebab kematian berada dalam area anggota SMF/individual terkait faktor individual. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh adalah dokter utama tidak menulis instruksi atau jikapun menulis instruksi tidak dengan jelas dan benar sehingga pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat perlu berkonsultasi lagi yang membutuhkan waktu dan mengesampingkan kesempatan memberikan pertolongan kepada pasien tepat pada waktunya. Riview terhadap RM kode SMF 003 catatan perkembangan dan terapi pasien telah menerakan S-O-A-P-I-E pada setiap kali visit. Mengapa 3 (tiga) dokter utama lainnya tidak menerapkan model yang populer tersebut masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Tidak menuliskan intruksi berakibat pada tidak adanya informasi pasti bagaimana pengobatan hari ini terhadap pasien yang kondisi penyakitnya berubah dari hari pertama dirawat. Menurut Kathie dalam tulisannya memastikan bahwa pendokumentasian berbagai informasi tentang pasien sekecil apapun manfaatnya akan dapat mereduksi kesalahan data pasien, mereduksi kejadian medical error dan meningkatan dokumentasi keperawatan.7
Keraguan atas pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik yang terjadi dapat saja terjadi pada dokter yang berada di daerah sehubungan dengan akses yang terbatas untuk mendapatkan informasi mutakhir.
Diperkirakan dokter umum yang ingin meng-update pengetahuannya harus membaca 19 artikel dalam jurnal perhari selama 365 hari setahun, faktanya dokter rata-rata hanya menyempatkan membaca jurnal kurang dari 1 jam perminggu selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian terbesar praktik kedokteran dilaksanakan dengan menafikkan perkembangan ilmu, penelitian yang telah menyerap banyak sumber daya manusia, waktu, biaya, bahkan pengorbanan pasien, hasilnya sebagian dibiarkan mubazir. 8
Atul, mengemukakan kisah tentang keputusan pengobatan dan tindakan diambil dari ketidakpastian terhadap pasien dengan sellulitis yang akhirnya dipastikan menderita Fasiitis Nekrotikans. Awal terapi dilakukan dengan pemberian antibiotik, anti tetanus, pereda nyeri; ruam merah menyebar setelah beberapa hari kemudian padahal ada kecurigaan Fasiitis Nekrotikans sehari setelah pasien masuk RS. Keputusan penanganan diambil setelah mempertimbangkan jawaban dari 2 (dua) dokter residen senior, pasien masih muda dan hubungan pasien dengan orangtuanya sangat begitu mesra sesuatu yang sangat jarang terjadi di Amerika.9
Delapan penyebab kematian berada dalam area unit pelayanan seperti instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, kamar operasi dan ICU. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh pembahasan adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) internal yang menjadi tanggungjawab Gugus Kendali Mutu RSKA belum berjalan maksimal. Diskusi lebih lanjut menyimpulkan jika program Diklat sekali dalam seminggu terhadap perawat berlangsung dengan baik dan berkesinambungan maka perawat akan memiliki pengetahuan yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan diri dalam pemberian pelayanan.
Peralatan sebagai unsur dalam manajemen pelayanan kesehatan dengan kriteria tersedia dan siap pakai berbeda maknanya dengan ada yang dapat saja tidak siap untuk dipakai. Ketersediaan adalah tercukupi jika penggunaannya sesuai dengan jumlah pasien yang membutuhkan, tidak harus menghentikan penggunaan ventilator pada seseorang yang mulai mereda gangguan pernapasannya jika dibutuhkan oleh orang lain yang baru mengalami gangguan pernapasan. Dibutuhkan anggaran untuk pemeliharaan,10 orang yang melakukan pemeliharaan dan jadwalnya serta prosedur lainnya agar peralatan tersebut
selalu dalam keadaan siap pakai. Kondisi seperti ini dapat membantu pelayanan
dan dapat mereduksi terjadinya medication error yang dapat berakibat pada kematian pasien.11

Kesimpulan

Kematian pasien > 48 jam tercatat 413 orang dan RM yang diaudit berjumlah 102 set RM. Persentase kejadian kematian tertinggi terhadap total kematian terjadi pada tahun 2005 sedangkan terhadap jumlah pasien terjadi pada tahun 2004. kematian terbanyak berdasarkan kode dokter 002 baik terhadap total kematian maupun terhadap jumlah pasien. Enam puluh persen kematian menelan biaya dibawah Rp. 3.000.000,oo sedangkan menurut kelas perawatan terbanyak terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian yang terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49% dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, sedangkan waktu kejadian kematian meningkat pada bulan September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi dalam kematian pasien ini. Keluarga pasien menjadi penjamin biaya perawatan pasien selama dirawat sampai meninggal.

Dari audit kematian ditemui kematian tidak beralasan yang terdiri dari:
1. 8 kematian terjadi karena kejadian penyebab tidak dikenal;
2. 7 kematian karena diagnosa tidak tepat;
3. 5 kematian terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan
4. 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan

Penyebab-penyebab kematian > 48 jam yang tidak beralasan berada dalam semua area penyimpangan dengan rincian area: administrasi/manajemen RS dengan 12 penyebab, Anggota SMF/individual 9 penyebab, unit pelayanan dengan 8 penyebab, pelayanann klinik khusus 4 penyebab, dan perawat/individual dengan 4 penyebab, sedangkan kondisi dan atau ketidak taatan pasien dengan 3 penyebab, faktor masyarakat dengan 3 penyebab, sesuatu yang memerlukan penelitian lebih lanjut dengan 2 penyebab dan. 2 penyebab termasuk dalam area Staf/Bagian pelayanan medik.

B. Saran

Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian proses-proses dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsurunsur manajemen seperti peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.
Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan manajemen resiko dan manajemen mutu.

Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam bidang: faktor pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan, faktor masa kerja dan lama Jabatan, faktor beban kerja, faktor fasilitas dan peralatan, faktor Standart Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor administrasi dan alur layanan, faktor pengendalian dan evaluasi, faktor manajemen rawat inap dan faktor staf medis fungsional.

Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain; 12
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;
3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;
4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan;
5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Depkes, (2005) SK Menkes No: 496/MENKES/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medik di Rumah Sakit. http://www.depkes.ri.go.id/
2. Depkes, (2002) Standar Asuhan Keperawatan. Dirjen RSU dan Pendidikan. Jakarta.
3. Wiyono, (1999) Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Soejadi, (1996) Siregar, P. (2001). Hubungan Audit Rekam Medis, Insentif, Beban Kerja dengan Kepatuhan Dokter dan Perawat Dalam Pengisian Rekam Medis di RSUD Purwodadi. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
5. Moeloek, (2005) Perlukah Audit Medik Di Rumah Sakit, Kompas On Line.
6. Guwandi,. J,. (2005) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Johnson, Kathie et al, (2006) A Nurse-driven System for Improving Patient
Quality Outcomes. J. Nurs Care Qual, Vol 21. No 2 pp 168-175. Lippincott. William & Wilkins, Inc
8. Sastroasmoro, Sudigdo. (2000) Logika dalam Kedokteran: Dari Hippocrates, Ibn
Sina, hingga Wacana “Evidence-Based Medicine”. Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada FKUI, Jakarta.
9. Gewande, Atul, (2005) Komplikasi, PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
10.Colaizzo,. Dominic. A (2003) Introducing to Risk Financing, Risk Management
Handbook For Health Care Organizations, Roberta Caroll, editor,4th Edition, Americans Soceity for Healthcare Risk Management, AHA Press.
11.Stiles, R.E. (1997) What Is the Cost of Controlling Quality? Activity-Based Cost
Accounting Offers an Answer. Hospital & Health Services Administration. Academic Research Library, 42,2, p. 193.
12. Kizer, Kenneth. W & Stegun, Melissa,. B, (2002) Serious Reportable Adverse
Events in Health Care, Advances in Patient Safety Vol 4. p. 339-352

ALL ABOUT KEJUJURAN

Kejujuran

Oleh: Albert Hendra Wijaya dikutip dan diedit lagi: JONI RASMANTO SKM MKES

Arti jujur

Jujur jika diartikan secara baku adalah "mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran". Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya.

Kenapa harus jujur?

Saya sering mendengar orang tua menasehati anak supaya harus menjadi orang yang jujur. Dalam mendidik dan memotivasi supaya seorang anak menjadi orang yang jujur, kerap kali dikemukakan bahwa menjadi orang jujur itu sangat baik, akan dipercaya orang, akan disayang orang tua, dan bahkan mungkin sering dikatakan bahwa kalau jujur akan disayang/dikasihi oleh Tuhan. Tapi setelah mencoba merenungkan dan menyelami permasalahan kejujuran ini, saya masih merasa tidak mengerti: "Kenapa jadi orang harus jujur?"

Umumnya jawaban yang saya dapat adalah bahwa kejujuran adalah hal yang sangat baik dan positif, dan kadang saya juga mendapat jawaban bahwa "Pokoknya jadi orang harus jujur!"

Jawaban-jawaban tersebut sampai saat ini memang sudah saya anggap "benar", tapi saya masih selalu tergelitik untuk terus mempertanyakan: "Kenapa orang harus jujur? Apakah baik dan positifnya? Lalu bagaimana juga jika dikaitkan dengan proses Siu Tao ( ) kita?"

Bagaimana bersikap jujur

Selain pertanyaan - pertanyaan diatas, selanjutnya dalam benak saya timbul pertanyaan: " Bagaimanakah kejujuran itu dapat dipraktekkan dalam sehari-hari, serta bagaimanakah sikap kita sebagai (dibaca: agar dapat menjadi) seorang Tao Yu ( ) yang jujur?"

* Apakah kita sama sekali tidak boleh berbohong?
* Dan mungkinkah kita selalu jujur dalam kehidupan sehari-hari ini?
* Ataukah masih ada toleransi bagi kita untuk berbohong dalam hal-hal tertentu atau demi kepentingan tertentu?

Nah, sekali lagi saya mengajak para pembaca untuk merenungkannya bersama!

Contoh yang "Lucu" (dibaca: tidak jujur)

Dalam kehidupan sehari-hari, saya sering melihat (bahkan juga ikut terlibat) dalam berbagai macam bentuk aktivitas interaksi sosial dimasyarakat, yang justru kebanyakannya adalah wujud realisasi dari sikap tidak jujur dalam skala yang sangat bervariasi, seperti:

Sering terjadi, orang tua bereaksi spontan saat melihat anaknya terjatuh dan berkata "Oh, tidak apa-apa! Anak pintar, enggak sakit, kok! Jangan nangis, yach!".

Menurut saya, dalam hal ini secara tidak langsung si-anak diajarkan dan dilatih kemampuan untuk dapat "berbohong", menutup-nutupi perasaannya (sakit) hanya karena suatu kepentingan (supaya tidak menangis).

Selain itu saya juga sering melihat dan mengalami kejadian seperti: Saat seseorang bertamu kerumah orang lain, ketika ditanya: " Sudah makan, belum?", walaupun saya yakin tawaran sang tuan rumah "serius" biasanya dengan cepat saya akan menjawab "Oh, sudah!! Kita baru saja makan ", padahal sebenarnya saya belum makan.

Dalam lingkungan usaha / dagang, kejujuran sering disebut-sebut sebagai modal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan. Akan tetapi sangat kontroversial dan lucunya kok dalam setiap transaksi dagang itulah justru banyak sekali kebohongan yang terjadi. Sebuah contoh saja: penjual yang mengatakan bahwa dia menjual barang "tanpa untung" atau "bahkan rugi" hampir bisa diyakini pasti bohong.

* Nah, jika demikian, lalu dimanakah letaknya kejujuran itu?
* Atau bagaimanakah kejujuran yang dimaksud tersebut dapat diaplikasikan dalam dunia sehari-hari?

Dalam Siu Tao

* Apakah belajar Tao () mengejar Kesempurnaan harus tidak pernah berbohong sama sekali?
* Lalu bagaimanakah kita dapat menjalani hidup ini yang juga mau tidak mau "harus" bertopeng?
* Apakah mungkin, kita bisa tidak pernah berbohong sama sekali dalam hidup ini?

Pernah saya mencoba meyakinkan diri bahwa saya memang sudah "Jujur", tapi kemudian akhirnya saya kesulitan menjawab pertanyaan: "Apakah saya tidak membohongi diri sendiri?"

Lalu bagaimanakah sebenarnya? Nah, semoga para pembaca budiman bisa memberikan jawabannya (tentunya jawaban yang jujur , lho!).

Ada beberapa aspek JUJUR dalam Islam:

Pertama, Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah dan Rasulnya. Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-orang jujur antara lain: QS. Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al Maidah (5): 119. Begitu juga secara gamblang Rasulullah menyatakan dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga, begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran, sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya, janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta, dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud)

Kedua, kejujuran dan kebohongan dalam kehidupan politik; ada hadits yang menyatakan dengan tegas bahwa Rasulullah bersabda: "Ada tiga kriteria manusia yang tidak dilihat dan disucikan Allah swt. di hari akherat bahkan bagi mereka adzab yang pedih adalah: Orang sudah tua yang berzina, Pemimpin yang berdusta, dan Orang sombong.

Adapun kebohongan yang diperbolehkan dalam kaitan untuk kegiatan berpolitik, yaitu apabila kebohongan itu bisa meredam keributan sosial agar tidak terjadi perpecahan. Dalam hal ini Rasulullah saw. memberi keringanan seperti dalam hadis dari Ummi Kaltsoum: "Saya tidak mendengar Rasulullah saw. memberi keringanan pada suatu kebohongan kecuali tiga masalah: Seseorang yang membicarakan masalah dengan maksud mengadakan perbaikan (Islah); seseorang membicarakan masalah pada saat konflik perang (agar selamat), dan seseorang yang merayu istrinya begitu juga istri merayu suami.(HR. Muslim) Ada juga hadits yang menyatakan, Rasulullah bersabda: "Bukanlah pendusta orang yang ingin melerai konflik sesama, hingga orang tersebut berkata: semoga baik dan menjadi baik" (HR. Mutafaq Alaih)

Begitulah batas kejujuran dan kebohongan secara dasar yang berkaitan dengan keseharian dan politik. Dan sudah jelas bahwa tujuan dari keduanya adalah untuk sebuah kedamaian.

Namun dalam kaitan politik kontemporer yang lebih pelik lagi dan kompleks, Anda sendiri bisa memilah-milah bagaimana kehidupan politik para penguasa sekarang sangat tidak memperhatikan nilai kejujuran. Namun kita menyadari bahwa sistem negara Islam sendiri juga masih dalam perselisihan hingga sebaiknya yang perlu kita lihat adalah person atau oknum dalam memimpin kepemerintahan tersebut. Selanjutnya kita berdoa agar sistem yang memberi peluang terhadap kebohongan bisa diminimalisir. Dan itu berangkat dari sistem kepribadian kita.

Menurut Robert T.Kiyosaki,aset adalah apa yang dapat memasukkan uang ke kantong anda dan bisa dijual.Sedang menurut saya,aset adalah sesuatu yang berharga,atau bahkan sangat berharga yang bisa menghasilkan sesuatu.

Agak mirip ya?

Tidak juga! Kalau pendapat Kiyosaki,segalanya menyangkut uang,sedangkan pendapat saya lebih dari itu,lebih luas daripada sekedar mendapatkan uang.Yang didapatkan bisa hubungan baik dengan orang lain,persahabatan,kebahagiaan,dan lain-lain yang menurut saya lebih berharga dari uang.

Saya tidak mengesampingkan fungsi uang dalam kehidupan.Uang memang sangat penting.Tapi,mengaitkan segala sesuatu dengan uang adalah sifat orang yang materialistis.Orang semacam ini,akan sulit sekali mempunyai sifat tulus dan mungkin akan kehilangan hal-hal berharga yang tidak bisa dibeli dengan uang.

Salah satu aset berharga yang kita sungguh beruntung apabila memilikinya adalah kepercayaan orang lain kepada kita.Kepercayaan bisa menghasilkan sesuatu yang berharga kepada kita,termasuk uang.Untuk mendapatkan kepercayaan,banyak hal yang harus kita miliki,misal tanggung jawab,dedikasi,dan kejujuran.Yang menjadi pembahasan kita kali ini adalah tentang kejujuran,bagaimana perannya sebagai aset yang harus kita jaga,agar aset lainnya,yaitu kepercayaan bisa terjaga.

Kejujuran merupakan sifat yang sangat baik.Bahkan saya berani mengatakan orang yang baik pasti jujur.Orang yang jujur akan mendapat tempat yang baik pada hati manusia.Sifat jujur harus dimiliki oleh setiap pedagang,pengusaha,pegawai,apalagi seorang pemimpin.Tapi kenyataan sekarang,sering kita lihat orang-orang semacam mereka yang mengorbankan kejujuran hanya untuk meraup keuntungan yang sedikit.Mereka tidak segan-segan merugikan orang lain untuk itu.Saya berpikir,bagaimana kalau kepercayaan orang lain hilang sementara dia sangat membutuhkan,pastinya dia akan sangat kesulitan.

Apabila anda ditipu oleh seseorang,apakah anda mau lagi mempercayakan sesuatu kepada dia? Jawabannya pasti anda tidak mau,kecuali anda mempunyai alasan tertentu.Sebaliknya,ketika anda mempercayakan sesuatu kepada orang yang ternyata jujur,membeli kepada pedagang yang anda lihat jujur,rasa cinta anda kepada kejujurannya bisa menjadikan keinginan untuk ‘kembali kepada dia’.Ini salah satu dampak kejujuran.Dan selain itu banyak sekali dampak positifnya.

Cara Menumbuhkan Kejujuran

Segala sesuatu bila dibiasakan,niscaya akan menjadi sebuah kebiasaan.Entah itu yang baik ataupun yang buruk.Membiasakan diri untuk selalu jujur,walaupun dalam hal yang dalam pandangan kita kecil,akan membuat kejujuran menjadi kebiasaan kita.Jangan meremehkan yang kecil,sebab,sesuatu yang besar bermula dari yang kecil.Terkadang,tanpa sadar kita mengajarkan bohong kepada anak kita.Misalnya,karena malas untuk menemui tamu,kita meminta tolong kepada anak kita untuk mengatakan kepada tamu bahwa kita tidak ada.Sebagai orang tua kita harus menjadi contoh yang baik.Berlakulah jujur agar anak anda jujur.

Bergaulah dengan orang jujur agar anda ‘tertular’ sifat mereka.Pergaulan sangat berpengaruh terhadap kepribadian kita.Orang yang terbiasa bergaul dengan orang yang tidak jujur,dikhawatirkan lambat laun meniru sifatnya.Awal korupsi yang besar berasal dari hal-hal seperti ini.

Menjaga Kepercayaan

Apabila kita sudah diberi kepercayaan karena orang lain menganggap kita jujur,maka jangan sia-siakan kepercayaan mereka.Rawatlah kepercayaan mereka dengan selalu bersikap jujur.Kita taburkan benih-benih kejujuran kepada orang lain,dengan harapan dia mengikuti kita. Kekuatan doa juga sangat berpengaruh terhadap hal ini.Semoga saja,anda semakin dicintai orang lain dan mendapatkan hal-hal yang lebih daripada yang anda inginkan.

Jujur adalah sebuah ungkapan yang acap kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Apalagi perkara kejujuran merupakan perkara yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki banyak cabang, seperti perkara jual-beli, utang-piutang, sumpah, dan sebagainya.

Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

Definisi Jujur

Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta. Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Demikian juga seorang munafik tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia menyelisihi beliau. Yang jelas, kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya, dusta, merupakan sifat orang yang munafik.

Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran (kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain. Allah mengabarkan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).

Allah berfirman,

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” (QS. al-Maidah: 119)

“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zumar: 33)

Keutamaan Jujur

Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya kepada akhlak tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi,

“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan.”

Kebajikan adalah segala sesuatu yang meliputi makna kebaikan, ketaatan kepada Allah, dan berbuat bajik kepada sesama.

Sifat jujur merupakan alamat keislaman, timbangan keimanan, dasar agama, dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Baginya kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan.

Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,

“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”

Dalam kehidupan sehari-hari –dan ini merupakan bukti yang nyata– kita dapati seorang yang jujur dalam bermuamalah dengan orang lain, rezekinya lancar-lancar saja, orang lain berlomba-lomba datang untuk bermuamalah dengannya, karena merasa tenang bersamanya dan ikut mendapatkan kemulian dan nama yang baik. Dengan begitu sempurnalah baginya kebahagian dunia dan akherat.

Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.

Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan, kejujurannya -dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruf), melarang (dari yang mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’ mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup, pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.

Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur dan benar, sebagaimana firman-firman Allah yang berikut,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. at-Taubah: 119)

“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.” (QS. al-Maidah: 119)

“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)

“Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad: 21)

Nabi bersabda, “Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu, sesungguhnya kejujuran, (mendatangkan) ketenangan dan kebohongan, (mendatangkan) keraguan.”

Macam-Macam Kejujuran

1. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
2. Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.
3. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah:
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,

“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
4. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan amal batin, sebagaimana dikatakan oleh Mutharrif, “Jika sama antara batin seorang hamba dengan lahiriahnya, maka Allah akan berfirman, ‘Inilah hambaku yang benar/jujur.’”
5. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)

Realisasi perkara-perkara ini membutuhkan kerja keras. Tidak mungkin seseorang manggapai kedudukan ini hingga dia memahami hakikatnya secara sempurna. Setiap kedudukan (kondisi) mempunyai keadaannya sendiri-sendiri. Ada kalanya lemah, ada kalanya pula menjadi kuat. Pada waktu kuat, maka dikatakan sebagai seorang yang jujur. Dan jujur pada setiap kedudukan (kondisi) sangatlah berat. Terkadang pada kondisi tertentu dia jujur, tetapi di tempat lainnya sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya.

Khatimah

Orang yang selalu berbuat kebenaran dan kejujuran, niscaya ucapan, perbuatan, dan keadaannya selalu menunjukkan hal tersebut. Allah telah memerintahkan Nabi untuk memohon kepada-Nya agar menjadikan setiap langkahnya berada di atas kebenaran sebagaimana firman Allah,

“Dan katakanlah (wahai Muhammad), ‘Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang menolong.” (QS. al-Isra’: 80)

Allah juga mengabarkan tentang Nabi Ibrahim yang memohon kepada-Nya untuk dijadikan buah tutur yang baik.

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian.” (QS. asy-Syu’ara’: 84)

Hakikat kejujuran dalam hal ini adalah hak yang telah tertetapkan, dan terhubung kepada Allah. Ia akan sampai kepada-Nya, sehingga balasannya akan didapatkan di dunia dan akhirat. Allah telah menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat kebajikan, dan memuji mereka atas apa yang telah diperbuat, baik berupa keimanan, sedekah ataupun kesabaran. Bahwa mereka itu adalah orang-orang jujur dan benar. Allah berfirman,

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila dia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 177)

Di sini dijelaskan dengan terang bahwa kebenaran itu tampak dalam amal lahiriah dan ini merupakan kedudukan dalam Islam dan Iman. Kejujuran serta keikhlasan keduanya merupakan realisasi dari keislaman dan keamanan.

Orang yang menampakkan keislaman pada dhahir (penampilannya) terbagi menjadi dua: mukmin (orang yang beriman) dan munafik (orang munafik). Yang membedakan diantara keduanya adalah kejujuran dan kebenaran atas keyakinannya. Oleh sebab itu, Allah menyebut hakekat keimanan dan mensifatinya dengan kebenaran dan kejujuran, sebagaimana firman Allah,

“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hasyr: 8)

Lawan dari jujur adalah dusta. Dan dusta termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah,

“Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (QS. Ali Imran: 61)

Dusta merupakan tanda dari kemunafikan sebagaimana yang disebutkan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda,

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila berbicara dia dusta, apabila berjanji dia mungkiri dan apabila diberi amanah dia mengkhianati.” (HR. Bukhari, Kitab-Iman: 32)

Kedustaan akan mengantarkan kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menjerumuskan ke dalam neraka. Bahaya kedustaan sangatlah besar, dan siksa yang diakibatkannya amatlah dahsyat, maka wajib bagi kita untuk selalu jujur dalam ucapan, perbuatan, dan muamalah kita. Dengan demikian jika kita senantiasa menjauhi kedustaan, niscaya kita akan mendapatkan pahala sebagai orang-orang yang jujur dan selamat dari siksa para pendusta. Waallahu A’lam.

“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan upah yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. az-Zumar: 32-35)

Referensi:

1. Makarimul-Akhlaq, karya Syakhul-Islam Ibn Taimiyah ; cet. Ke-1. 1313 ; Dar- alkhair, Bairut, Libanon.
2. Mukhtashar Minhajul-Qashidin, karya Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, Maktabah Dar Al-Bayan, Damsiq, Suria.
3. Mukhtarat min Al-Khutab Al-Mimbariah, karya Syaikh Shalih ibn Fauzan ; cet. Ke – 1, Jam’iayah Ihya’ At-Turats Al-Islamy.
4. Syarh Riyadhus As-Shalihin, karya Syaikh Mahammad ibn Shalih Al-Utsaimin ; cet – 1 ; Dar- Wathan, Riyadh, KSA.

(Diambil dari majalah Fatawa)

Minggu, 21 Maret 2010

Informed Consent

Ethics, audit, and research: all shades of grey
Derick T Wade BMJ 2005;330:468-471 , doi:10.1136/bmj.330.7489.468
[Extract] [Full text] [PDF]
patients may be less risk averse than committees
Shirley Nurock BMJ 2005;330:471-472 , doi:10.1136/bmj.330.7489.471
[Extract] [Full text] [PDF]
Research ethics committees deserve support
John Alexander BMJ 2005;330:472-473 , doi:10.1136/bmj.330.7489.472
[Extract] [Full text] [PDF]
ethical review and ethical behaviour John McMillan and Mark Sheehan BMJ 2005;330:473 , doi:10.1136/bmj.330.7489.473
[Extract] [Full text] [PDF]

Use and offering of chaperones by general practitioners: postal questionnaire survey in Norfolk Shaun Conway and Ian Harvey BMJ 2005;330:235-236, doi:10.1136/bmj.38320.472986.8F [Full text] [PDF]
Concealment of drugs in food and beverages in nursing homes: cross sectional study
Øyvind Kirkevold and Knut Engedal BMJ 2005;330:20, doi:10.1136/bmj.38268.579097.55
[Abstract] [Abridged text] [Abridged PDF] [Full text] [PDF]
Use and offering of chaperones by general practitioners: postal questionnaire survey in Norfolk Shaun Conway and Ian Harvey BMJ, doi:10.1136/bmj.38320.472986.8F (published 16 December 2004) [Online First PDF]
Concealment of drugs in food and beverages in nursing homes: cross sectional study
yvind Kirkevold and Knut Engedal BMJ, doi:10.1136/bmj.38268.579097.55 (published 23 November 2004) [Abstract] [Online First PDF]
Iranian national thalassaemia screening programme Ashraf Samavat and Bernadette Modell BMJ 2004;329:1134-1137 , doi:10.1136/bmj.329.7475.1134
[Full text] [PDF]
Surgeon found liable for not warning of partial paralysis risk Clare Dyer
BMJ 2004;329:938 , doi:10.1136/bmj.329.7472.938-a [Extract] [Abridged text] [Abridged PDF] [Full text]

Most recent content (26 Feb 2005):
Ethics, audit, and research: all shades of grey Derick T Wade
BMJ 2005;330:468-471 , doi:10.1136/bmj.330.7489.468 [Extract] [Full text] [PDF]
patients may be less risk averse than committees Shirley Nurock
BMJ 2005;330:471-472 , doi:10.1136/bmj.330.7489.471 [Extract] [Full text] [PDF]
Research ethics committees deserve support John Alexander
BMJ 2005;330:472-473 , doi:10.1136/bmj.330.7489.472 [Extract] [Full text] [PDF]
ethical review and ethical behaviour John McMillan and Mark Sheehan
BMJ 2005;330:473 , doi:10.1136/bmj.330.7489.473 [Extract] [Full text] [PDF]
Past content (since Jan 1998): Use and offering of chaperones by general practitioners: postal questionnaire survey in Norfolk Shaun Conway and Ian Harvey
BMJ 2005;330:235-236, doi:10.1136/bmj.38320.472986.8F [Full text] [PDF]
Concealment of drugs in food and beverages in nursing homes: cross sectional study
Øyvind Kirkevold and Knut Engedal BMJ 2005;330:20, doi:10.1136/bmj.38268.579097.55
[Abstract] [Abridged text] [Abridged PDF] [Full text] [PDF]
Use and offering of chaperones by general practitioners: postal questionnaire survey in Norfolk Shaun Conway and Ian Harvey BMJ, doi:10.1136/bmj.38320.472986.8F (published 16 December 2004) [Online First PDF]
Concealment of drugs in food and beverages in nursing homes: cross sectional study
yvind Kirkevold and Knut Engedal BMJ, doi:10.1136/bmj.38268.579097.55 (published 23 November 2004) [Abstract] [Online First PDF]
Iranian national thalassaemia screening programme Ashraf Samavat and Bernadette Modell BMJ 2004;329:1134-1137 , doi:10.1136/bmj.329.7475.1134 [Full text] [PDF]
Surgeon found liable for not warning of partial paralysis risk Clare Dyer
BMJ 2004;329:938 , doi:10.1136/bmj.329.7472.938-a [Extract] [Abridged text] [Abridged PDF] [Full text]

This blog has moved


This blog is now located at http://jonirasmanto.blogspot.com/.
You will be automatically redirected in 30 seconds, or you may click here.

For feed subscribers, please update your feed subscriptions to
http://jonirasmanto.blogspot.com/feeds/posts/default.