Minggu, 28 Maret 2010

mutu pelayanan rumahsakit dari audit kematian

Evaluasi Mutu Pelayanan Rawat Inap Melalui Audit Kematian Di RSD Kol. Abundjani Bangko Provinsi Jambi Tahun 2005
Fri, 15/02/2008 - 2:32am — joni rasmanto

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

THE EVALUATION INPATIENT CARE QUALITY
BY MORTALITY AUDIT IN KOL. ABUNDJANI DISTRICT HOSPITAL
IN JAMBI PROVINCE 2005.

Joni Rasmanto1, Tjahjono Koentjoro2, Hanevi Djasri3

INTISARI

Latar Belakang: Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol.
Abundjani Bangko (RSKA), Kab. Merangin Prov. Jambi dari tahun 2002-2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena peningkatan kematian dapat dijadikan salah satu penyebab diperlukannya audit medik atau dapat menjadi topik dalam audit medik di rumah sakit. Audit kematian sebagai evaluasi kritis dilakukan dalam upaya perbaikan mutu pelayanan kesehatan.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan kematian
yang tidak beralasan dari penyimpangan dalam area manajemen pelayanan kesehatan.
Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah restrospective review, meriview kematian
yang tidak beralasan dengan menggunakan daftar tilik penyimpangan kematian di RSKA.

Hasil: Dari 413 set RM kematian pasien yang diaudit berjumlah 102 set, kematian tertinggi dari total kematian terjadi pada 2005, terhadap jumlah pasien terjadi pada 2004, terbanyak menurut kode 002. 60% kematian berbiaya < Rp. 3.000.000,oo kematian
terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49%
dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, waktu kematian meningkat di bulan
September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi kematian pasien.
Keluarga merupakan penjamin terbesar biaya perawatan.

Dari 21 kematian tidak beralasan terdistribusi: 8 kematian terjadi karena kejadian
penyebab tidak dikenal; 7 kematian karena diagnosa tidak tepat; 5 kematian terjadi
karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan. Penyebab-penyebab terpenting terjadi dalam area:
administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan, dan pelayanan klinik
khusus. RM pasien belum lengkap. Secara teoritis mutu administrasi dan RM RSKA adalah belum baik. Kematian tidak beralasan memberikan gambaran bagaimana penegakkan diagnosa penyakit, anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pencegahan dan pengobatan.

Kesimpulan: Penyebab-penyebab penyimpangan kematian terpenting sebagai hasil dari audit dan riview terjadi dalam area: administrasi/manajemen, Anggota SMF/individual, unit pelayanan rawat inap, dan pelayanan klinik khusus.

Kata Kunci: audit kematian, kematian tidak beralasan, mutu pelayanan rawat inap.
1) RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO, KAB. MERANGIN. PROVINSI JAMBI
2) BAPELKES GOMBONG
3) PROGRAM PASCA SARJANA IKM FK UGM

EVALUASI MUTU PELAYANAN RAWAT INAP MELALUI AUDIT KEMATIAN
DI RSD KOL. ABUNDJANI BANGKO PROVINSI JAMBI TAHUN 2005

Pendahuluan

Peningkatan angka kematian yang terjadi di Rumah Sakit Daerah Kol. Abundjani Bangko (RSKA), Kabupaten Merangin Provinsi Jambi dari tahun 2002-2005 memerlukan tindakan evaluasi kritis, karena kematian dapat dijadikan salah satu penyebab diperlukannya atau dapat menjadi topik pelaksanaan audit medik bagi rumah sakit.1 Angka kematian merupakan salah satu indikator yang berhubungan/mengacu dengan aspek pelayanan medik. Total kematian pasien > 48 jam dapat menggambarkan bagaimana mutu pelayanan di rumah sakit dan bagaimana tenaga profesional melaksanakan standar dan prosedur-prosedur pelayanan, baik secara klinik maupun secara administrasi kepada pasien.2
Berbagai kegiatan untuk mendukung manajemen mutu telah dilakukan RSKA tetapi belum mempengaruhi adanya perbaikan jika dilihat dari peningkatan angka kematian > 48 jam dan masih adanya pasien instalasi rawat inap yang dirujuk ke rumah sakit lain antara tahun 2002-2005. Jika dihubungkan dengan mutu pelayanan, hal tersebut dapat memberikan gambaran masih tingginya angka mortalitas, tingginya angka mortalitas dapat memberikan asumsi rendahnya mutu pelayanan rumah sakit. Kematian pasien secara klinik dapat disebabkan oleh gagalnya tahapan menegakkan diagnosa penyakit, tidak lengkapnya anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dan dapat pula sebagai akibat dari informasi yang dibutuhkan dokter tidak dapat diberikan oleh pasien dan atau keluarganya sehingga upaya pelayanan dapat saja tidak tepat sasaran dan tidak adekuat. Catatan medis pada fase kritis menjelang kematian pasien dari rekam medik merupakan informasi dan komponen penting dalam manajemen mutu di rumah
sakit.
The American College of Surgeons (ACS) memformulasikan standar untuk pekerjaan profesional di rumah sakit, antara lain ada 5 (lima) butir yang penting yang berhubungan dengan kematian, serta ada batas ambangnya dan tidak terlalu sulit untuk mengumpulkan datanya, mencakup: angka kematian kasar; angka kematian pasca bedah; angka kematian anastesi; angka kematian persalinan dan angka kematian bayi.4 Standar Kualitas Pelayanan Medik dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian di rumah sakit dan sebagai indikatornya angka berikut yang merupakan acuan umum: angka kematian kasar 3-4%; angka kematian pasca bedah 1-2%; angka kematian anastesi < 1%;
angka kematian persalinan 1-2‰ dan angka kematian bayi 15-20‰.2 Departemen Kesehatan mengharuskan rumah sakit melakukan audit medis, diharapkan rumah sakit bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai dengan kondisi rumah sakit sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di rumah sakit. Aspek mutu pelayanan medik di rumah sakit berkaitan erat dengan masalah medikolegal 5.
Permasalahan pokok yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: penyebab kematian di instalasi rawat inap RSKA dari tahun 2002-2005; persentase kematian yang dibenarkan dan yang tidak dibenarkan dengan harapan hasil penelitian dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan perbaikan mutu pelayanan.

Bahan dan Cara Penelitian.

Audit termasuk penelitian jenis kualitatif, dengan metode retrospektif riview. Peneliti menggunakan “Daftar Tilik Analisis Penyimpangan Mortalitas” untuk mengetahui alasan kematian > 48 jam tahun 2002-2005 di RSKA.
Hasil Penelitian
Hasil audit ditemui distribusi kematian menurut tahun kejadian kematian, menurut nomor kode SMF yang merawat, menurut biaya perawatan, menurut kelas perawatan, menurut kelompok umur, menurut jenis kelamin, menurut bulan kejadian, menurut kesaksian, menurut penjamin biaya. Sedangkan untuk kematian tidak beralasan dideskripsikan sebagai berikut:
a. Diagnosa terlambat.
Satu kasus kematian dengan diagnosa Decompensatio Cordis + Malaria Falsiparum yang terjadi karena keterlambatan penegakan diagnosa dengan kode RM 002-12. Hasil audit menunjukan bahwa diagnosa Malaria dan tindakan untuk mengatasi Malaria baru diberikan setelah hasil laboratorium diketahui pada hari ketiga perawatan. Sebenarnya sudah terdapat kecurigaan adanya Malaria pada hari pertama karena pada saat itu telah terdapat hasil pemeriksaan darah Malaria, namun masih diragukan. Dokter umum yang merawat berkonsultasi dengan dokter ruangan pada hari kedua tetapi tidak dapat dihubungi karena berada di luar kota.
b. Diagnosis tidak tepat
Terdapat 7 (tujuh) kematian yang disebabkan karena ketidak tepatan dalam penegakkan diagnosa. Contoh kasus dengan kode RM 002-1, dimana diagnosa pada hari pertama yakni Malaria tanpa komplikasi ternyata tidak sesuai dengan bukti yang ada. Bukti menunjukkan bahwa seharusnya hari pertama sudah dapat ditegakkan diagnosis Malaria dengan komplikasi Ilius Paraltik cc Obstruksi.
Hasil audit memberikan jawaban bahwa bukti adanya Ilius Obstruksi pada hari pertama masih dinilai lemah, konsul medis spesialistik dijawab keesokan harinya karena perawat tidak menemukan dokter konsulen dan juga karena hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien, pasien makan bubur pagi harinya. Penyebab utama laboratorium dan radiologi tidak mendukung tegaknya diagnosa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.
c. Pencegahan tidak adekuat
Terdapat 5 (lima) kasus kematian karena penyebab kematian tidak dicegah dengan baik. Contoh kasus ini adalah RM 004-5 yaitu kasus kematian akibat depresi susunan saraf pusat akibat kejang demam berulang. Tindakantindakan untuk mencegah kejang berulang dinilai tidak diambil dengan cara yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, yaitu: tidak dilakukannya kompres dingin, tidak ada terapi ulang pemberian anti kejang supositoria perrectal, pemasangan IVFD tidak dengan Vena Sectio sehingga intervensi pemasangan IVFD ulang akan merangsang jangkitan kejang. Diskusi
menyimpulkan bahwa tindakan pencegahan tersebut tidak diambil dengan cara yang memadai dan tepat waktu karena tidak ada instruksi dokter, dokter tidak memperbaharui instruksi pada hari-hari perawatan berikutnya.
d. Penyebab tidak diketahui
Terdapat 8 (delapan) kematian karena penyebab kematian tidak diketahui, tidak diketahui dapat disebabkan oleh komunikasi yang terbatas, tidak dilakukan pemeriksaan catatan perkembangan, tidak melakukan pemeriksaan vital sign, hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi meragukan dokter utama, Contoh kasus ini adalah RM 002-1 yaitu kasus kematian karena masih menduga pasien sesak napas sebagai akibat Penyakit TBC Paru yang diderita pasien. Pencatatan adanya gejala sepsis dilakukan, pengobatan diarahkan pada diagnosis utama. Hasil diskusi ditemui bahwa tidak adanya hasil pencatatan perkembangan pasien yang dikomunikasikan dan adanya
keraguan terhadap hasil pemeriksaan Malaria dan angka leukosit serta hasil biakan kultur, sedangkan dokter utama juga tidak dapat dihubungi.
Dari uraian di atas terdapat beberapa penyebab terjadinya kematian yang tidak beralasan kemudian penyebab tersebut dikelompokkan dalam area penyimpangan manajemen pelayanan kesehatan seperti tertera pada tabel berikut ini.

Tabel Area Penyebab Kematian Tidak Beralasan

NO Penyebab dari Hasil Audit Area Penyebab Utama Jumlah
1 1. Peralatan kompres tidak tersedia
2. Suppositoria rectal tidak ada
3. Kebijakan untuk keberadaan dokter jaga ruang rawat belum ada
4. Kebijakan SMF mengatur bila dokter spesialis meninggalkan tempat tugas belum ada
5. Selang oksigen sering lepas
6. Perawat terlatih hanya dinas pagi
7. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
8. Anggota keluarga banyak menunggu
9. Ketersediaan darah segar
10. Dokter jaga ruang rawat belum ada
11. Diklat internal bagi staf klinik belum maksimal
12. Advokasi RSKA PMI belum ada hasil
Administrasi/manajemen
RS: terkait dengan fasilitas, peralatan, insentif, kebijakan, kepemimpinan,12
2 1. Hari pertama pasien dirawat dokter umum
2. Konsultasi medis spesialis dijawab oleh dokter umum setelah mendapat penjelasan dokter utama Staf/Bagian/Pelayanan Medis;2
3 1. Dokter tidak menulis instruksi
2. Dokter tidak menulis instruksi dengan jelas dan benar
3. Pemasangan NGT pada hari ketiga setelah ada keluhan kembung
4. Dokter hanya menuliskan idem, terapi teruskan
5. Melaksanakan hak cuti besar
6. Konsultasi medis spesialis dijawab keesokan harinya
7. Perawat tidak menemukan dokter konsulen
8. Pasien dirawat dokter umum pada hari pertama dirawat
9. Hasil malaria diragukan Anggota SMF/individual:9
4 1. Belum adanya Protap dan standar pelayanan laboratorium
2. Hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi belum mendukung tegaknya diagnosa
3. Pemeriksaan biakan belum maksimal hasilnya
4. Hasil malaria meragukan Pelayanan Klinik Khusus: laboratorium, radiologi, elektromedik, anastesi, tindakan operasi, dan lainnya 4
5 1. Peralatan belum siap pakai saat dibutuhkan
2. Diklat internal bagi para staf klinik dengan pengalaman yang masih rendah belum berfungsi maksimal
3. Selang oksigen sering lepas
4. Rehidrasi tidak menggunakan Venasectio
5. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
6. Menggunakan spalk dari kardus
7. Mangkok air tersedia hanya untuk tempat cuci tangan dokter dan cuci tangan perawat
8. Persiapan catater sebagai bahan habis pakai habis
Unit pelayanan: rawat inap, rawat jalan, UGD, dsb 8
6 1. Perawat yang terlatih vena seksi tidak mudah dihubungi
2. Kurangnya pengetahuan Perawat tentang anatomi dan fisiologis sistem pernapasan
3. Selang oksigen sering lepas
4. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Perawat/individual 4
7 1. Instruksi dokter 1 liter/menit, perawat memasangnya 3 liter/menit
2. Tidak ada instruksi dokter Pelayanan Terapi Bukan Oleh Dokter 2
8 1. Menolak perawatan intensif
2. Pemasangan kateter cateter bukan sesaat setelah instruksi dokter dibuat
3. Saran untuk puasa menjelang pemeriksaan radiologi tidak diikuti pasien
Kondisi dan atau ketidaktaatan pasien 3
9 1. Anggota keluarga banyak yang menunggu di ruangan
2. Keluarga masih mencari donatur darah
3. Pasien belum membeli peralatan dan bahan yang dibutuhkan Faktor masyarakat 3
10 1. Keraguan terhadap hasil pemeriksaan darah untuk malaria
2. Perawat tidak melakukan pencatatan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
Sesuatu yang memerlu kan penelitian lebih lanjut. 2

Terdapat beberapa area penting yang perlu diintervensi untuk memperbaiki pelayanan dirawat inap yang diharapkan nantinya dapat menurunkan jumlah kematian yang tidak beralasan. Dua Belas penyebab kematian berada dalam area administrasi/kebijakan RSKA yang terkait dengan fasilitas pelayanan, ketersediaan peralatan, kebijakan insentif, kebijakan pelayanan, kebijakan SDM, advokasi dan kepemimpinan.
Kebijakan SDM sebagai contoh, yang belum menunjang struktur proses diantaranya adalah pelatihan perawat mahir anak yang baru dimulai pada tahun 2004 dan yang diberangkatkanpun baru 2 (dua) orang, saat penelitian berlangsung satu orang diantaranya telah lulus PNS dan ditempatkan di Puskesmas di Kecamatan Muara Madras dan tidak ada program serupa dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2005 tetapi ada dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja RSKA tahun 2006. Seorang yang lain adalah kepala ruang rawat sendiri.
Jika kebijakan SDM RSKA menunjang mutu struktur proses pelayanan, maka sebelum ujian penerimaan PNS mereka diberikan rekomendasi dan penyampaian surat permohonan penempatan mereka kembali ke RSKA jika mereka lulus. Penempatan kembali mereka yang lulus akan tetap memberikan kontribusi atas ketersediaan tenaga terlatih yang diharapkan akan lebih berkompetensi lagi dengan adanya perubahan status kepegawaian mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan di rawat inap. Upaya kepemimpinan dengan komunikasi antar pimpinan instansi daerah yang jika dilakukan akan memberikan kontribusi dalam manajemen SDM guna peningkatan kemampuan pemberi pelayanan. 6
Sembilan penyebab kematian berada dalam area anggota SMF/individual terkait faktor individual. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh adalah dokter utama tidak menulis instruksi atau jikapun menulis instruksi tidak dengan jelas dan benar sehingga pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat perlu berkonsultasi lagi yang membutuhkan waktu dan mengesampingkan kesempatan memberikan pertolongan kepada pasien tepat pada waktunya. Riview terhadap RM kode SMF 003 catatan perkembangan dan terapi pasien telah menerakan S-O-A-P-I-E pada setiap kali visit. Mengapa 3 (tiga) dokter utama lainnya tidak menerapkan model yang populer tersebut masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Tidak menuliskan intruksi berakibat pada tidak adanya informasi pasti bagaimana pengobatan hari ini terhadap pasien yang kondisi penyakitnya berubah dari hari pertama dirawat. Menurut Kathie dalam tulisannya memastikan bahwa pendokumentasian berbagai informasi tentang pasien sekecil apapun manfaatnya akan dapat mereduksi kesalahan data pasien, mereduksi kejadian medical error dan meningkatan dokumentasi keperawatan.7
Keraguan atas pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan fisik yang terjadi dapat saja terjadi pada dokter yang berada di daerah sehubungan dengan akses yang terbatas untuk mendapatkan informasi mutakhir.
Diperkirakan dokter umum yang ingin meng-update pengetahuannya harus membaca 19 artikel dalam jurnal perhari selama 365 hari setahun, faktanya dokter rata-rata hanya menyempatkan membaca jurnal kurang dari 1 jam perminggu selanjutnya dikemukakan bahwa sebagian terbesar praktik kedokteran dilaksanakan dengan menafikkan perkembangan ilmu, penelitian yang telah menyerap banyak sumber daya manusia, waktu, biaya, bahkan pengorbanan pasien, hasilnya sebagian dibiarkan mubazir. 8
Atul, mengemukakan kisah tentang keputusan pengobatan dan tindakan diambil dari ketidakpastian terhadap pasien dengan sellulitis yang akhirnya dipastikan menderita Fasiitis Nekrotikans. Awal terapi dilakukan dengan pemberian antibiotik, anti tetanus, pereda nyeri; ruam merah menyebar setelah beberapa hari kemudian padahal ada kecurigaan Fasiitis Nekrotikans sehari setelah pasien masuk RS. Keputusan penanganan diambil setelah mempertimbangkan jawaban dari 2 (dua) dokter residen senior, pasien masih muda dan hubungan pasien dengan orangtuanya sangat begitu mesra sesuatu yang sangat jarang terjadi di Amerika.9
Delapan penyebab kematian berada dalam area unit pelayanan seperti instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, kamar operasi dan ICU. Penyebab penyimpangan yang dijadikan contoh pembahasan adalah pendidikan dan pelatihan (diklat) internal yang menjadi tanggungjawab Gugus Kendali Mutu RSKA belum berjalan maksimal. Diskusi lebih lanjut menyimpulkan jika program Diklat sekali dalam seminggu terhadap perawat berlangsung dengan baik dan berkesinambungan maka perawat akan memiliki pengetahuan yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan diri dalam pemberian pelayanan.
Peralatan sebagai unsur dalam manajemen pelayanan kesehatan dengan kriteria tersedia dan siap pakai berbeda maknanya dengan ada yang dapat saja tidak siap untuk dipakai. Ketersediaan adalah tercukupi jika penggunaannya sesuai dengan jumlah pasien yang membutuhkan, tidak harus menghentikan penggunaan ventilator pada seseorang yang mulai mereda gangguan pernapasannya jika dibutuhkan oleh orang lain yang baru mengalami gangguan pernapasan. Dibutuhkan anggaran untuk pemeliharaan,10 orang yang melakukan pemeliharaan dan jadwalnya serta prosedur lainnya agar peralatan tersebut
selalu dalam keadaan siap pakai. Kondisi seperti ini dapat membantu pelayanan
dan dapat mereduksi terjadinya medication error yang dapat berakibat pada kematian pasien.11

Kesimpulan

Kematian pasien > 48 jam tercatat 413 orang dan RM yang diaudit berjumlah 102 set RM. Persentase kejadian kematian tertinggi terhadap total kematian terjadi pada tahun 2005 sedangkan terhadap jumlah pasien terjadi pada tahun 2004. kematian terbanyak berdasarkan kode dokter 002 baik terhadap total kematian maupun terhadap jumlah pasien. Enam puluh persen kematian menelan biaya dibawah Rp. 3.000.000,oo sedangkan menurut kelas perawatan terbanyak terjadi di kelas perawatan intensif. Kematian yang terjadi diusia > 45 tahun berjumlah 49% dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan, sedangkan waktu kejadian kematian meningkat pada bulan September dan Desember dan perawat paling sering menjadi saksi dalam kematian pasien ini. Keluarga pasien menjadi penjamin biaya perawatan pasien selama dirawat sampai meninggal.

Dari audit kematian ditemui kematian tidak beralasan yang terdiri dari:
1. 8 kematian terjadi karena kejadian penyebab tidak dikenal;
2. 7 kematian karena diagnosa tidak tepat;
3. 5 kematian terjadi karena pencegahan yang dilakukan tidak adekuat; dan
4. 1 kematian karena diagnosa utama terlambat ditegakkan

Penyebab-penyebab kematian > 48 jam yang tidak beralasan berada dalam semua area penyimpangan dengan rincian area: administrasi/manajemen RS dengan 12 penyebab, Anggota SMF/individual 9 penyebab, unit pelayanan dengan 8 penyebab, pelayanann klinik khusus 4 penyebab, dan perawat/individual dengan 4 penyebab, sedangkan kondisi dan atau ketidak taatan pasien dengan 3 penyebab, faktor masyarakat dengan 3 penyebab, sesuatu yang memerlukan penelitian lebih lanjut dengan 2 penyebab dan. 2 penyebab termasuk dalam area Staf/Bagian pelayanan medik.

B. Saran

Pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien terdiri dari serangkaian proses-proses dari beberapa sistem, sistem ini berhubungan dengan unsurunsur manajemen seperti peralatan, manusia, kebijakan, dan anggaran.
Penyimpangan dalam area-area penting manajemen pelayanan kesehatan yang menyebabkan kematian tersebut, memerlukan tindakan terstruktur dengan manajemen resiko dan manajemen mutu.

Menginvetarisir akar penyebab masalah dari faktor internal yang mempengaruhi kualitas layanan kesehatan dan administrasi RM terutama dalam bidang: faktor pendidikan SDM, faktor pelatihan dan tambahan pengetahuan, faktor masa kerja dan lama Jabatan, faktor beban kerja, faktor fasilitas dan peralatan, faktor Standart Operating Procedure dan atau instruksi kerja, faktor administrasi dan alur layanan, faktor pengendalian dan evaluasi, faktor manajemen rawat inap dan faktor staf medis fungsional.

Dianjurkan pula langkah-langkah umum sebagai berikut untuk pemecahan masalah mutu dan efisiensi dan efektifitas pelayanan rumah sakit:
1) Memecahkan struktur masalah yang sudah teridentifikasi kedalam komponen-komponennya, menganalisis komponen-komponen itu sehingga ditemukan akar masalah. Akar masalah adalah penyebab paling dasar dari masalah etika yang terjadi. Ia dapat berupa kelemahan pada manusia, kepemimpinan, manajemen, budaya organisasi, sarana, alat, sistem, prosedur, atau faktor-faktor lain; 12
2) Melakukan analisis lebih dalam tentang akar masalah yang sudah ditemukan (root cause analysis), untuk menetapkan arah pemecahannya;
3) Menetapkan dan memilih alternatif untuk pemecahan akar masalah;
4) Memantau dan mengevaluasi penerapan upaya pemecahan yang sudah dilaksanakan;
5) Melakukan tindakan koreksi jika masalah etika belum terpecahkan atau terulang lagi terjadi. Tindakan koreksi yang dapat menimbulkan masalah etika baru adalah jika manusia sebagai penyebab akar masalah yang berulang-ulang dikeluarkan dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Depkes, (2005) SK Menkes No: 496/MENKES/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medik di Rumah Sakit. http://www.depkes.ri.go.id/
2. Depkes, (2002) Standar Asuhan Keperawatan. Dirjen RSU dan Pendidikan. Jakarta.
3. Wiyono, (1999) Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan: Teori, Strategi dan Aplikasi. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Soejadi, (1996) Siregar, P. (2001). Hubungan Audit Rekam Medis, Insentif, Beban Kerja dengan Kepatuhan Dokter dan Perawat Dalam Pengisian Rekam Medis di RSUD Purwodadi. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta.
5. Moeloek, (2005) Perlukah Audit Medik Di Rumah Sakit, Kompas On Line.
6. Guwandi,. J,. (2005) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Johnson, Kathie et al, (2006) A Nurse-driven System for Improving Patient
Quality Outcomes. J. Nurs Care Qual, Vol 21. No 2 pp 168-175. Lippincott. William & Wilkins, Inc
8. Sastroasmoro, Sudigdo. (2000) Logika dalam Kedokteran: Dari Hippocrates, Ibn
Sina, hingga Wacana “Evidence-Based Medicine”. Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Kesehatan Anak pada FKUI, Jakarta.
9. Gewande, Atul, (2005) Komplikasi, PT Serambi Ilmu Semesta. Jakarta
10.Colaizzo,. Dominic. A (2003) Introducing to Risk Financing, Risk Management
Handbook For Health Care Organizations, Roberta Caroll, editor,4th Edition, Americans Soceity for Healthcare Risk Management, AHA Press.
11.Stiles, R.E. (1997) What Is the Cost of Controlling Quality? Activity-Based Cost
Accounting Offers an Answer. Hospital & Health Services Administration. Academic Research Library, 42,2, p. 193.
12. Kizer, Kenneth. W & Stegun, Melissa,. B, (2002) Serious Reportable Adverse
Events in Health Care, Advances in Patient Safety Vol 4. p. 339-352

Tidak ada komentar: