Sabtu, 10 Mei 2014

KOMPONEN PENILAIAN STATUS GIZI

”sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya...............” Dimana petugas gizi, dimana pemerintah, dimana kita

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia (ada yang menuliskan dengan kata”sangat” diantara masyarakat dan diperlukan, sehingga kalimat ini menjadi: “Peningkatan derajat kesehatan masyarakat SANGAT diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa  Indonesia.” Penulis tidak sama dengan yang menempatkan kata sangat, karena memang upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat diperlukan untuk menunjukkan bahwa pemerintah peduli rakyatnya. Faktanya adalah masih ada rakyat miskin, walau program dan pemanfaatan sumberdaya pendukung program sudah tersedia dan disediakan. Pertanyaannya adalah: “5 w + 1H seputar program yang mencerminkan kegagalan (menurut saya) itu.

Pertanyaan Pertama: Program Perbaikan Gizi Masyarakat (PPGM) tersusun dengan penyusunan yang mungkin baik karena diikuti dengan buku pedoman, dilaksanakan sosialisasi buku pedoman, disediakan anggaran sesuai buku pedoman dan kebutuhan (karena direncanakan sendiri berapa kebutuhannya) tetapi hasilnya : MASIH DITEMUI STATUS GIZI KURANG DAN GIZI BURUK di berbagai wilayah kerja PUSKESMAS. Apa yang terjadi. Mohon maaf jika pemaparan ini tidak sesuai dengan apa yang sudah kita laksanakan. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa:
1.      Petugas PPGM di Puskesmas adalah tidak tetap (mutasi unsur kepegawaian dan bahkan unsur politik) berada di Puskesmas. Saat BIMTEK diikuti oleh A dan proses mutasi menyebabkan A pindah maka PPGM dilakukan oleh B. Paska BIMTEK A tidak melaksanakan kewajibannya dalam menjalankan amanat PERJALANAN DINAS dan TUGAS dari PENYELENGGARA BIMTEK untuk TOT di Wilayah kerjanya. (istilah saya habis ditelan A).
2.      Tidak secara menyeluruh membaca buku pedoman dan berusaha memahami isi buku pedoman (masih untung ada yang membaca, artinya pendistribusian buku dari kemenkes ke dinkes prov dan dari dinkes prov ke dinkes kota/kab dan dari dinkes kota/kab ke Puskesmas atau ke petugas berjalan).
3.      Membaca tidak diikuti pemahaman yang seragam jelas memunculkan persepsi berbeda, persepsi berbada jelas menghasilkan kegiatan implementasi yang berbeda dan perbedaan itulah yang memunculkan masih adanya pernik masalah perbaikan gizi).
4.      Masih ada berbagai bukti lain yang jika dipaparkan akan menambah item ini; kita lanjut ke pertanyaan kedua.
Pertanyaan Kedua: Salah satu kegiatan PPGM adalah PMT AS (singkatan dari “barangkali” PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH). Laporan pelaksanaan kegiatannya dilakukan di xx SD di wilayah Puskesmas, artinya cakupannya bisa saja ke jumlah SDnya, bisa juga ke jumlah muridnya. Tetapi masih ada kasus, masih ada angka kejadian. Apa yang terjadi. Pengalaman lapangan dari mereka yang melaksanakan membuktikan bahwa: PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH tidak dengan frekwensi pelaksanaan yang diprogramkan (contoh sebulan sekali), atau nilai kalori MTAS tidak Kilo kalori kebutuhan anak sekolah. Pertanyaan yang mengikuti adalah mengapa ini terjadi: Jawabannya mungkin: Mental Konsumtif Petugas demi kepentingan pribadi dan rendahnya pengawasan serta tidak kritisnya lembaga sekolah.
Pertanyaan Ketiga: Menilai Status gizi adalah dengan penimbangan, alat penimbangan yang disediakan Kemenkes ada yang digunakan dan ada yang tidak digunakan, yang digunakan tidak dikalibrasi keakuratannya dan yang tidak digunakan tidak dapat dipertanggungjawabkan kemana hilangnya. Guna proses penimbangan digunakan timbangan dagang yang seharusnya diminitor ketepan ukurannya oleh Badan Meteorologi. Ada yang aneh disini, alat ukur kesehatan (dalam pedomannya) dipelihara dengan kegiatan kalibrasi oleh BPFK, bukan oleh BMG atau KOPERINDAG. BB balita sama dengan berat beras, dan ketepatan ukuran hanya sebatas KG yang dapat dibaca, pengukuran BB yang tepat akan membantu penilaian kebutuhan kalori yang tepat. (mungkin, karena saya juga ragu).
Pertanyaan ini akan bertambah jika kemampuan analisa kita terhadap kondisi lapangan berpedoman kepada apa yang seharusnya dilaksanakan dengan cara yang seharusnya dikerjakan. Ada SPM, ada indikator, ada SOP dan ada buktinya serta dapat dipertanggungjawabkan.

Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004). Pernyataan ini seharusnya melibatkan semua sektor pelaksana pembangunan negeri. Korelasi peran serta mereka sepertinya hanya dilakukan oleh Kemenkes (huebat sekali kemenkes RI ini). Diketahui dari pohon gizi bahwa kemampuan ekonomi berasal dari ketersediaan lapangan kerja, jika ketersediaan lapangan kerja sulai didapat maka kemampuan ekonomi jauh dari jangkauan (pendapatan perkapita penduduk pertahun masih terendah di Asia Tenggara walau pertumbuhan ekonomi kreatifnya 7% tahun 2013); kemampuan ekonomi yang jauh dari jangkauan mengakibatkan akses terhadap ketersediaan dan kecukupan kebutuhan sumber gizi keluarga mendapat hambatan. Selanjutnya dapat dibayangkan ketidakcukupan kalori, protein dan energi terjadi sepanjang 300 hari selama satu bulan dan 365 hari sepanjang tahun. Kondisi ini bukan lagi hanya milik KEMENKES RI.

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk adalah masalah ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaearah-daearah yang telah swasembada pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga (misalnya program raskin), masih sering ditemukan kasus gizi buruk, padahal sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal  seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Satu atau berbagai masalah yang sebenarnya muncul dari kemampuan menganalisa pohon gizi dan menilai efisiensi dan efektifitas pelaksanaan berbagai program pembangunan.
Menjelang ditutupnya tulisan ini saya mengajak kita semua menghitung. Apa yang kita hitung.
1.      Menjumlahkan rupiah uang negara yang dikorupsi sejak 2004
2.      Menghitung harga kebutuhan sumber pangan yang menghasilkan kilokalori/energi/protein per hari
3.      Menghitung jumlah balita seluruh Indonesia
4.      Menghitung kebutuhan rupiah dari kalkulasi no 2 dan 3
5.      Membagi nilai 1 dan nilai 4 KEPADA KELUARGA MISKIN maka hasilnya adalah TIDAK DITEMUINYA STATUS GIZI KURANG DAN BURUK
6.      MEMASTIKAN BAHWA 5 DILAKSANAKAN DENGAN BENAR, JUJUR DAN BERTANGGUNG JAWAB..
Dalam PPGM masalahnya barangkali DARI sudut ILMU GIZI adalah MASIH ADANYA masyarakat atau keluarga balita YANG belum mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak) atau  juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak, sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya. INI PERNYATAAN YANG MENNYESATKAN. DIMANA PEMERINTAH DAN UNDANG-UNDANGNYA. DIMANA PETUGAS KESEHATANNYA (kok langsung ke kalimat ini ya). Bicara program artinya adalah kegiatan pemerintah yang pasti didukung oleh seluruh sumber daya, ee kok keluarga jadi kambing yang dihitamkan.

PESANKU: JADILAH PEJABAT YANG PATUH ATURAN DAN MEMAHAMI KEBIJAKAN, LAKSANAKANLAH KEGIATAN SEBAGAIMANA PETUNJUK PELAKSANAANNYA. JANGAN JADI ATASAN SEPERTI YANG ADA DI BLOK M. 3 BIJI SEPULUH RIBU. AKH AKU BAGAIMANA. 

Tidak ada komentar: