Sabtu, 10 Mei 2014

PERIHAL TARIF PELAYANAN KESEHATAN

PERIHAL: TARIF PELAYANAN KESEHATAN

5 Mei 2014 pukul 21:39
Beberapa kebijakan keuangan yang berhubungan dengan tarif pelayanan kesehatan di publish di negeri tercinta ini, baik itu bersumber dari perguruan tinggi, menteri keuangan, menteri kesehatan, menteri dalam negeri, organisasi profesi dan yang sendiri-sendiri atau dalam bentuk keputusan bersama dan bahkan dalam bentuk UU, perpu dan lain-lain. dan juga banyak contoh pergub, perwali dan perbup yang berhubuungan dengan tarif.

Apakah yang disebutkan tadi menjadi acuan dalam proses penyusunan tarif, ....

Tulisan ini sedikit meriview apa yang terjadi selama ikut dalam pembuatan tarif sebuah rumah sakit.
Diketahui dasar perhitungan tarif adalah unit cost riel, artinya mungkin: menghitung secara riel apa-apa yang menjadi cost dari sebuat tarif, mengetahui materi-materi tindakan yang akan ditarifkan, mengetahui komponen-komponen dari sebuah tarif dan lain sebaganya (kalau dijelaskan semua saya ndak belajar lagi dong).

kita pelajari satu per tiganya, kenapa tidak satu persatu: karena saya tidak yakin penjelasan saya membuat anda senang dan bergembira serta membuat anda dapat menilai saya ahlinya (saya hanya belajar).

 Sebuah uraian tarif seperti: KARCIS RAWAT JALAN yang misalnya dihargai Rp 10.000,oo maka jika dirinci mungkin akan tergambarkan bagaimana biaya cetaknya, bagaimana biaya penyimpanannya, bagaimana biaya merobeknya dan bagaimana biaya pendokumentasiannya. Dalam pelaksanaan tarif dari karcis saat diberikan kepada pasien akan tergambarkan berapa biaya pena atau tinta untuk menuliskan tanggal dan sebagainya,  berapa petugas yang terlibat dan berapa mereka dibayar, berapa nilai meja loket dan lain sebagainnya. bagaimana menghitungnya, dan siapa yang menghitungnya dan atas dasar apa penghitungan itu memunculkan nominal rupiah dari sebuah karcis berobat di rumah sakit atau di puskesmas. Apakah tarif Rp 10.000,oo ini sudah mengakomodir sebuah jasa dalam proses pelayanan karcis? (saya tidak mencoba memberikan bantuan untuk jawabannya, karena saya baru belajar dan hanya belajar).

Kita lanjutkann pada tarif tindakan medis, kita ambil contoh: PEMASANGAN IVFD DENGAN CARA VENA SECTIO. sebaiknya ada yang mendefinisikan: pemasangan sebagai sebuah proses pelayanan dengan menggunakan alat set jarum infus dan seperangkat alat bedah minor yang dilakukan terhadap pasien (dewasa dan anak-anak) yang dilakukan oleh dokter dan barangkali juga oleh perawat terlatih dalam satuan waktu pelayanan (pagi, sore atau malam) dan disukung oleh SOP-SOP atan peralatan lainnya (dapat peralatan investasi, peralatan berupa bahan alat habis pakai). Pertanyaan unit cost riel akan dijawab dengan bagaimana proses pemasangan itu terjadi, berapa bahan alat habis pakai yang digunakan secara riel dan seterusnya. komponen tarif untuk tindakan ini akan dirinci sebagai berikut:
  1. jasa pelayanan yang mungkin terdiri dari jasa medis dan para medis
  2. jasa sarana yang mungkin terdiri dari biaya bahan alat habis pakai pemasangan IVFD Vena Sectio, biaya PLN (karena mungkin menggunakan lampu sorot) dan lain-lain yang bisa ditambah-tambahkan tergantuung kejelian timnya.
penentuan besaran nominal rupiah jasa medis artinya menentukan berapa rasionalnya tenaga medis dibayar untuk kompetensinya oleh pasien dalam pemasangan IVFD Vena sectio tersebut, bagaimana kemampuan pasien untuk membayar tenaga medis tersebut dari tingkat pendapatan perkapita penduduk, bagaimana kompetitifnya nilai jasa medis dari rumah sakit pembanding dan ada beberapa dasar pertimbangan lainnya. apakah tarif itu adil untuk tetap memberikan yang terbaik kepada pasien (ada kesesuaian harga atas jasa yang diberikan). pertimbangan-pertimbangan ini menimbulkan fraud dan dapat saja membunuh trust pasien. Kita kembali ke kondisi tenaga kesehatan (dokter dan atau perawat) selain telah menerima gaji juga telah menerima tunjangan-tunjangan dari APBD. pertanyaannya jika gaji dan tunjangan itu dibayarkan untuk pelaksanaan tugas pokoknya sebagai tenaga kesehatan maka tidak wajar mereka mendapatkan nominal rupiah yang tidak wajar, tidak adil dan sebagainya dari tindakan yang dilakukan, yang akan dilakukan dan yang telah dilakukan. tetapi jika tidak maka akan diperlukan regulasi lain untuk mendefenisikannya dan dipatuhi.
Wah, ... semakin mahal dokter atau perawat akan dibayar oleh pasien. Ketentuan imbal jasa memiliki regulasi yang dapat kita baca dari berbagai peraturan perundangan dan ilmunya. tetapi besaran nominal ini yang belum dapat kita tetapkan besarannya. Penyusunan materi tarif akan menemui kendala jika besaran jasa ini tidak bersifat adil, tidak menghargai dan tidak merangsang motivasi kerja. ARTINYA JASA INI MEMANG PERLU DIHARGAI. pertanyaannya berapa: ............ ?

kemampuan pemerintah daerah memberikan dukungan untuk jasa ini akan menekan jumlah nominal jasa pelayanan yang diberikan dalam tarif sehingga makna yang tersirat adalah: perlunya regulasi dan komitment anggaran yang disepakati bersama antara pemilik rumah sakit dan pelaksanann pelayanan di rumah sakit. wah ribet ya: tidak juga asal ada niat untuk saling berkomunikasi dan silaturahmi yang dilaksanakan secara nyata (karena memang ada niat yang tidak dilaksanakan dan tidak ditindaklanjuti). .....

berikut tentang bahan dan alat habis pakai, berbagai pengertian akan muncul disini yang juga akan memberikan pengaruh pada tinggi rendah atau besar kecilnya tarif (maksudnya apa sih). jika bahan dan alat disediakan pemerintah maka pasien tidak harus membayar (karena pemerintah menjamin pengadaannya sebagai sesuatu yang tidak perlu dibebankan kepada pasien) artinya disisi pengelolaan keuangan daerah belanja ini bukan belanja modal tetapi belanja subsidi. jika ini dijadikan belanja modal maka pasien harus membayarnya dengan harga barang daerah (biasanya lebih tinggi dari biaya riel) nah muncul pertanyaan lagi: dimana keberpihakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan dan kewajiban pemerintah sesuai amanat UUD 45.
waduh 5 huruf saja sampai ke UUD 45,..... wah-wah......

jawaban mengapa dokter harus dibayar jasanya, jawabannya ada di UU tentang Praktek Kedokteran dan UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit.
tentang nominal jasa inipun sudah ada beberapa pedoman yang mengaturnya.
PERMASALAHANNYA adalah berapa rupiah jasa medis dan jasa para medis harus dibayarkan oleh pasien untuk membiayai pemasangan Intra Vena Fluid Drip dengan cara vena sectio. tahapan dalam pemasangan IVFD ini dapat diketahui di manual tindakan medis. Tujuannya pun jelas untuk menyelamatkan pasien yang kekurangan cairan dan atau komponen darah tetapi pembuluh darahnya mengalami penyempitan akibat berkurangnya masa cairan dalam pembuluhh darah (kira-kira gitulah maksudnya).

berikutnya jasa pelayanan sudah diketahui, maka disusun pula BAHP dari tindakan-tindakan itu sebagai komponen dari jasa sarana maka pada akhirnya terteralah sebuah nominal yang namanya tarif pelayanan kesehatan yang disyahkan untuk membebani pasien dengan tingkatan kemampuannya membayar dan tingkap profesionalisme si pemberi pelayanan.

beberapa pernnyataan tentang tarif yang sudah diketahui adalah: nominal tarif dapat murah dan tidak membebani rakyat jika ada peran serta pemerintah dalam proses pelayanan kesehatan. Kita ketahui selama ini kesepatan 15% nilai APBD untuk pelayanan kesehatan di luar gaji tidak pernah terpenuhi, jika dimasukkan gaji wah terlampau (walau belum pernah coba menghitungnya, katanya rahasia negara). peran serta pemerintah ini sepertinya gugur dengan adanya desentralisasi dan kesimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pusat apa lagi dengan adanya kebijakan kewenangan daerah. wah-wah kok sampai kesana sih nulisnya, ..............

kebijakan tentang status kelembagaan rumah sakit dari SKPD menjadi BLUD, beberapa pakar menyimpulkan sebagai ketidak mampuan pemerintah membiayai pelayanan kesehatan di daerah sehubungan dengan panjang dan berbelit-belitnya proses penganggaran dan keuangan di daerah, padahal orang sakit berlangsung sepanjang tahun dan tidak ada hubungannya dengan tahun anggaran. ketidak mampuan ini menimbulkan dampak pada kualitas pelayanan yang persyaratannya juga sudah diundang-undangkan oleh pemerintah sendiri. Sistem keuangan berbasis kinerja juga sepertinya janggal bagi sebuah rumah sakit yang bertarif dan mendapatkan DPAnya dari pemerintah dengan prediksi penerimaan dari retribusi atau tarif pelayanan kesehatan. (padahal ada penjelasan tentang retribusi dan ada penjelasan tentang tarif). tersirat disini bahwa keberhasilan penerimaan dari pembayaran retribusi atau tarif mendekati pagu ANGGARAN yang direncanakan sebagai suatu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan (DUNIA KIAMAT NIH), dan untuk membiayai pelaksanaan kegitan pada tahun anggaran berjalan.

beberapa kebijakan telah lama diproklamirkan tentang bagaimana seharusnya pemerintah daerah terhadap RSUD-nya. dan RSUD-nya telah lama pula menyusun tarif-tarif dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, mencoba memperbaiki tuntutan-tuntutan tentang kwalitas pelayanannya, mencoba memenuhi kontinuitas dan ketersediaan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Tetapi: masih ada sudut yang belum dipandang, masih ada celah yang belum dikenali dan masih ada masalah yang belum dapat diatasi. gambaran-gambaran ini apakah menjadi beban rumah sakit sendiri, jika sebagai SKPD dan atau BLUD peran pemerintah dan Stake holder selalu diperlukan.

pertanyaannya kemudian adalah bagaimana peran itu beraksi untuk rumah sakit: ........................
(waduh kok bertanya terus sih penulis ini)

Tidak ada komentar: