Sabtu, 10 Mei 2014

JASA PELAKSANA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
( TEORI DAN PRAKTIS)

Masalah Sumberdaya Manusia di rumah Sakit merupakan masalah krusial yang harus segera dicari cara pemecahannya. Ada beberapa alasan prinsip yang harus dipahami yaitu pertama, Rumah Sakit merupakan salah satu sistem pelayanan kesehatan dengan organisasi yang unik dan kompleks. Menurut Azwar Sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila memenuhi kriteria: ada pelayanannya, dapat diterima dan wajar sesuai kebutuhan klien, bermutu artinya sesuai standar dan memuaskan stakeholder terjangkau baik secara geografis maupun keuangan.1 Kedua, Rumah sakit memberikan pelayanan yang sifatnya “mixed output” yang baru akan sesuai dengan ciri sektor kesehatan yaitu padat karya serta padat modal. Ketiga, kerjasama ini harus terjadi disemua lini dengan berbagai jenis pelaksana pelayanan baik tenaga medis, perawat, penunjang medis, administrasi, tenaga kesehatan lain serta tenaga pelayanan lain termasuk Satuan Pengaman, kebersihan serta laundry.
Demikian heterogennya tenaga di Rumah Sakit bahkan untuk suatu Rumah Sakit besar sampai lebih dari 80 jenis tenaga dan profesi. Kerjasama tim ini harus diatur sesuai peraturan dan norma yang berlaku. Keempat, adanya pro-kontra Rumah Sakit sebagai institusi sosial, dipihak lain Rumah Sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan optimal bahkan canggih yang memerlukan biaya besar, yang mana pelayanan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga professional yang tentu saja harus mendapatkan jasa pelayanan yang layak dan wajar.
Yayasan/ PT sebagai pemilik Rumah Sakit swasta dan Pemerintah Pusat/Daerah sebagai pemilik Rumah Sakit pemerintah, merupakan penanggung jawab keberhasilan Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta turut serta dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat didaerahnya. Namun demikian masih ada daerah yang menempatkan Rumah Sakit sebagai kontributor terbesar dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), dipihak lain jasa pelayanan tidak dibayar dengan wajar, sehingga dapat dipahami apabila ada tenaga professional yang tidak mungkin melakukan kewajibannya karena alasan tidak ada dana untuk transport.


persetujuan tarif yang yang berlaku yaitu Pemerintah Daerah serta Dewan Pimpinan Daerah bahwa, besaran tarif yang diusulkan adalah berdasarkan perhitungan unit cost yang matang, valid serta akurat serta mempertimbangkan keinginan (willingness to pay/ WTP) dan kemampuan/ daya beli (ability to pay/ ATP) masyarakat didaerah.
Untuk itu tenaga yang bertanggung jawab di Rumah Sakit harus dibekali dengan pengetahuan tentang biaya (cost) dan satuan biaya (unit cost) serta mampu melibatkan tenaga professional dalam perhitungan ini.
II. Pengertian
A. Biaya
Agar dapat melakukan perhitungan biaya dengan optimal, perlu diketahui beberapa istilah yang digunakan dalam perhitungan tersebut.
1. Biaya (cost) adalah nilai dari sejumlah input yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk ( output )
2. Cost estimasi adalah suatu proses untuk menentukan cost behaviour. Biasanya berdasarkan data histories
3. Cost behaviour adalah hubungan biaya dan aktivitas/produk
4. Cost prediksi adalah dengan menggunakan hasil analisis cost behaviour melakukan peramalan cost untuk aktivitas/produk tertentu
Ada beberapa jenis biaya ditinjau dari beberapa aspek, sebagai berikut:
1. Menurut Fungsinya ( Kegunaannya)
a. Biaya investasi adalah biaya yang kegunaannya dapat berlangsung dalam waktu yang relatif lama ( > 1 tahun). Contoh: Gedung, Peralatan
medis, Peralatan nonmedis, Kendaraan serta Pendidikan 
b. Biaya operasional adalah biaya yang kegunaannya diperlukan untuk melaksanakan kegiatan atau mengoperasionalkan barang investasi
dalam proses produksi dan memiliki sifat “habis pakai” dlm kurun waktu singkat ( < 1 tahun ). Contoh: biaya pegawai, biaya obat, biaya
bahan habis pakai medis, biaya bahan habis pakai nonmedis, biaya listrik,telepon, air, biaya perjalanan, biaya makan serta biaya laundry.
c. Biaya pemeliharaan adalah biaya yang diperlukan utk menjaga atau mempertahankan kapasitas barang investasi. Contoh: pemeliharaan
gedung, pemeliharaan alat medis, pemeliharaan alat nonmedis serta pemeliharaan kendaraan.
2. Menurut Peranannya Dalam Proses Produksi
a. Biaya langsung yaitu biaya yang digunakan untuk memberikan pelayanan
b. Biaya tidak langsung yaitu biaya yang digunakan secara tidak langsung demi kelancaran pelayanan
3. Menurut Hubungannya Dengan Jumlah Produksi ( Cost Behaviour)
a. Biaya Tetap (Fixed Cost) yaitu biaya yang secara relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan
b. Biaya tidak tetap (variable cost) biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan
4. a. Biaya total (total cost) yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk pelayanan yaitu : total fixed cost + total variable cost
b. Biaya satuan (unit cost) biaya yang digunakan untuk satu satuan produk pelayanan yaitu : total cost dibagi jumlah produk
Perhitungan biaya
1. Perhitungan dilakukan dengan proses analisis biaya yaitu kegiatan
menghitung biaya rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun perunit/per pasien
2. Caranya adalah dengan menghitung seluruh biaya pada seluruh unit yang ada di rumah sakit serta mendistribusikan biaya pada unit /pusat biaya ke
unit-unit/pusat pendapatan yang nantinya akan dibayar oleh pasien.
3. Metode : a. distribusi :
  • simple distribution
  • stepdown distribution
  • double distribution
b. activity based costing
3. Tujuan analisis biaya adalah untuk mengetahui:
gambaran mengenai unit/bagian yang merupakan Pusat Biaya (Cost Center) serta Pusat pendapatan (Revenue
Center) gambaran biaya pada unit tersebut. Identifikasi biaya dilakukan untuk seluruh sumbe r dana seperti APBN,APBDI,APBDII, kegiatan operasional lain yang dibiayai sumber lain seperti: ASKES dll gambaran pendapatan Rumah Sakit, baik bersumber Pemerintah maupun retribusi (revenue)
gambaran biaya satuan pelayanan Rumah Sakit
4. Biaya satuan (unit cost), biaya satuan yang diperoleh dari hasil analisis biaya merupakan biaya satuan aktual (riil)
5. Biaya satuan yang mempertimbangkan kapasitas produksi dikenal dengan istilah biaya satuan normatif unit cost = total fixed cost + total variable cost
kapasitas kuantitas (q) , dimana unit cost = unit cost normatif
total fixed cost = biaya tetap yang diperlukan untuk beroperasi, termasuk didalamnya biaya investasi, gaji, biaya umum (telepon,air,listrik)
kapasitas = kapasitas pelayanan di unit bersangkutan dalam setahun
total variable cos = biaya obat/bahan medis,makanan, habis pakai
kuantitas (q) = jumlah output unit pelayanan di unit yang bersangkutan dalam setahun

Perhitungan contoh kapasitas pelayanan Rawat jalan : kapasitas poliklinik = jumlah jam kerja selama setahun
Waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan satu pasien

Rawat inap : kapasitas rawat inap = jumlah tempat tidur x 365
B. Sistem Pentarifan
1. Tarif adalah harga dalam nilai uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk memperoleh atau mengkomsumsi suatu komoditi, yaitu barang atau
jasa yang di rumah sakit dikenal dengan istilah jasa sarana dan jasa pelayanan.
2. Komponen tarif yang terdiri dari:
jasa sarana yaitu imbalan yang diterima oleh rumah sakit atas pemeliharaan sarana,fasilitas rumah sakit, bahan,obat-obatan, bahan
alat kesehatan habis pakai yang digunakan dalam rangka observasi,diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi.
jasa pelayanan yaitu imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau pelayanan langsung. pernyataan ini mempunyai makna, bahwa pelaksana pelayanan bukan saja tenaga medis , tetapi juga tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain dan tenaga nonmedis (struktural & fubgsional )
3. Tujuan menentukan tarif yaitu:
  • mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit meningkatkan mutu dan pengembangan pelayanan
  • menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan membantu masyarakat tidak mampu
  • pemeliharaan dan mengganti asset yang harus diganti

Peningkatan Cost Recovery Rate (CRR), yaitu nilai dalam persen yang menunjukkan seberapa besar kemampuan Rumah Sakit menutup
biayanya (Cost) dibandingkan dengan penerimaan dari retribusi pasien (Revenue)
Perhitungannya adalah :
CRR Total = Total revenue X 100% 
Total Cost CRR per unit = Total revenue unit yang bersangkutan X 100% Total Cost unit yang bersangkutan
CRR perpasien = Tarif unit pelayanan tertentu X 100% Unit Cost pelayanan tersebut

Peningkatan peran serta masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan daerah
Subsidi silang, dengan mengetahui unit cost dan kemampuan masyarakat, maka Rumah Sakit dapat meningkatkan upaya pemerataan dan keadilan dengan melihat berapa besar subsidi dan siapa yang menikmati subsidi tersebut. Artinya bagi masyarakat yang mampu, maka mereka harus membayar, bagi masyarakat yang miskin, mendapat subsidi
Optimalisasi pelayanan, melalui tarif yang sesuai, masyarakat akan mencoba untuk mencari pengobatan untuk hal-hal yang memang
mereka butuhkan (mengurangi utilisasi).
Penyesuaian tarif diharapkan ujga membawa dampak pada maksimalisasi pelayanan, dimana melalui tarif yang sseuai kemampuan masyarakat maka masyarakat pengguna akan lebih dapat akses kepada Rumah sakit, sehingga Rumah Sakit khususnya pemberi pelayanan akan memperoleh tambahan pendapatan.


Kepustakaan
1. Azwar Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Jakarta :
Binarupa Aksara. 38, 145-153.

PERIHAL TARIF PELAYANAN KESEHATAN

PERIHAL: TARIF PELAYANAN KESEHATAN

5 Mei 2014 pukul 21:39
Beberapa kebijakan keuangan yang berhubungan dengan tarif pelayanan kesehatan di publish di negeri tercinta ini, baik itu bersumber dari perguruan tinggi, menteri keuangan, menteri kesehatan, menteri dalam negeri, organisasi profesi dan yang sendiri-sendiri atau dalam bentuk keputusan bersama dan bahkan dalam bentuk UU, perpu dan lain-lain. dan juga banyak contoh pergub, perwali dan perbup yang berhubuungan dengan tarif.

Apakah yang disebutkan tadi menjadi acuan dalam proses penyusunan tarif, ....

Tulisan ini sedikit meriview apa yang terjadi selama ikut dalam pembuatan tarif sebuah rumah sakit.
Diketahui dasar perhitungan tarif adalah unit cost riel, artinya mungkin: menghitung secara riel apa-apa yang menjadi cost dari sebuat tarif, mengetahui materi-materi tindakan yang akan ditarifkan, mengetahui komponen-komponen dari sebuah tarif dan lain sebaganya (kalau dijelaskan semua saya ndak belajar lagi dong).

kita pelajari satu per tiganya, kenapa tidak satu persatu: karena saya tidak yakin penjelasan saya membuat anda senang dan bergembira serta membuat anda dapat menilai saya ahlinya (saya hanya belajar).

 Sebuah uraian tarif seperti: KARCIS RAWAT JALAN yang misalnya dihargai Rp 10.000,oo maka jika dirinci mungkin akan tergambarkan bagaimana biaya cetaknya, bagaimana biaya penyimpanannya, bagaimana biaya merobeknya dan bagaimana biaya pendokumentasiannya. Dalam pelaksanaan tarif dari karcis saat diberikan kepada pasien akan tergambarkan berapa biaya pena atau tinta untuk menuliskan tanggal dan sebagainya,  berapa petugas yang terlibat dan berapa mereka dibayar, berapa nilai meja loket dan lain sebagainnya. bagaimana menghitungnya, dan siapa yang menghitungnya dan atas dasar apa penghitungan itu memunculkan nominal rupiah dari sebuah karcis berobat di rumah sakit atau di puskesmas. Apakah tarif Rp 10.000,oo ini sudah mengakomodir sebuah jasa dalam proses pelayanan karcis? (saya tidak mencoba memberikan bantuan untuk jawabannya, karena saya baru belajar dan hanya belajar).

Kita lanjutkann pada tarif tindakan medis, kita ambil contoh: PEMASANGAN IVFD DENGAN CARA VENA SECTIO. sebaiknya ada yang mendefinisikan: pemasangan sebagai sebuah proses pelayanan dengan menggunakan alat set jarum infus dan seperangkat alat bedah minor yang dilakukan terhadap pasien (dewasa dan anak-anak) yang dilakukan oleh dokter dan barangkali juga oleh perawat terlatih dalam satuan waktu pelayanan (pagi, sore atau malam) dan disukung oleh SOP-SOP atan peralatan lainnya (dapat peralatan investasi, peralatan berupa bahan alat habis pakai). Pertanyaan unit cost riel akan dijawab dengan bagaimana proses pemasangan itu terjadi, berapa bahan alat habis pakai yang digunakan secara riel dan seterusnya. komponen tarif untuk tindakan ini akan dirinci sebagai berikut:
  1. jasa pelayanan yang mungkin terdiri dari jasa medis dan para medis
  2. jasa sarana yang mungkin terdiri dari biaya bahan alat habis pakai pemasangan IVFD Vena Sectio, biaya PLN (karena mungkin menggunakan lampu sorot) dan lain-lain yang bisa ditambah-tambahkan tergantuung kejelian timnya.
penentuan besaran nominal rupiah jasa medis artinya menentukan berapa rasionalnya tenaga medis dibayar untuk kompetensinya oleh pasien dalam pemasangan IVFD Vena sectio tersebut, bagaimana kemampuan pasien untuk membayar tenaga medis tersebut dari tingkat pendapatan perkapita penduduk, bagaimana kompetitifnya nilai jasa medis dari rumah sakit pembanding dan ada beberapa dasar pertimbangan lainnya. apakah tarif itu adil untuk tetap memberikan yang terbaik kepada pasien (ada kesesuaian harga atas jasa yang diberikan). pertimbangan-pertimbangan ini menimbulkan fraud dan dapat saja membunuh trust pasien. Kita kembali ke kondisi tenaga kesehatan (dokter dan atau perawat) selain telah menerima gaji juga telah menerima tunjangan-tunjangan dari APBD. pertanyaannya jika gaji dan tunjangan itu dibayarkan untuk pelaksanaan tugas pokoknya sebagai tenaga kesehatan maka tidak wajar mereka mendapatkan nominal rupiah yang tidak wajar, tidak adil dan sebagainya dari tindakan yang dilakukan, yang akan dilakukan dan yang telah dilakukan. tetapi jika tidak maka akan diperlukan regulasi lain untuk mendefenisikannya dan dipatuhi.
Wah, ... semakin mahal dokter atau perawat akan dibayar oleh pasien. Ketentuan imbal jasa memiliki regulasi yang dapat kita baca dari berbagai peraturan perundangan dan ilmunya. tetapi besaran nominal ini yang belum dapat kita tetapkan besarannya. Penyusunan materi tarif akan menemui kendala jika besaran jasa ini tidak bersifat adil, tidak menghargai dan tidak merangsang motivasi kerja. ARTINYA JASA INI MEMANG PERLU DIHARGAI. pertanyaannya berapa: ............ ?

kemampuan pemerintah daerah memberikan dukungan untuk jasa ini akan menekan jumlah nominal jasa pelayanan yang diberikan dalam tarif sehingga makna yang tersirat adalah: perlunya regulasi dan komitment anggaran yang disepakati bersama antara pemilik rumah sakit dan pelaksanann pelayanan di rumah sakit. wah ribet ya: tidak juga asal ada niat untuk saling berkomunikasi dan silaturahmi yang dilaksanakan secara nyata (karena memang ada niat yang tidak dilaksanakan dan tidak ditindaklanjuti). .....

berikut tentang bahan dan alat habis pakai, berbagai pengertian akan muncul disini yang juga akan memberikan pengaruh pada tinggi rendah atau besar kecilnya tarif (maksudnya apa sih). jika bahan dan alat disediakan pemerintah maka pasien tidak harus membayar (karena pemerintah menjamin pengadaannya sebagai sesuatu yang tidak perlu dibebankan kepada pasien) artinya disisi pengelolaan keuangan daerah belanja ini bukan belanja modal tetapi belanja subsidi. jika ini dijadikan belanja modal maka pasien harus membayarnya dengan harga barang daerah (biasanya lebih tinggi dari biaya riel) nah muncul pertanyaan lagi: dimana keberpihakan pemerintah dalam pembangunan kesehatan dan kewajiban pemerintah sesuai amanat UUD 45.
waduh 5 huruf saja sampai ke UUD 45,..... wah-wah......

jawaban mengapa dokter harus dibayar jasanya, jawabannya ada di UU tentang Praktek Kedokteran dan UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit.
tentang nominal jasa inipun sudah ada beberapa pedoman yang mengaturnya.
PERMASALAHANNYA adalah berapa rupiah jasa medis dan jasa para medis harus dibayarkan oleh pasien untuk membiayai pemasangan Intra Vena Fluid Drip dengan cara vena sectio. tahapan dalam pemasangan IVFD ini dapat diketahui di manual tindakan medis. Tujuannya pun jelas untuk menyelamatkan pasien yang kekurangan cairan dan atau komponen darah tetapi pembuluh darahnya mengalami penyempitan akibat berkurangnya masa cairan dalam pembuluhh darah (kira-kira gitulah maksudnya).

berikutnya jasa pelayanan sudah diketahui, maka disusun pula BAHP dari tindakan-tindakan itu sebagai komponen dari jasa sarana maka pada akhirnya terteralah sebuah nominal yang namanya tarif pelayanan kesehatan yang disyahkan untuk membebani pasien dengan tingkatan kemampuannya membayar dan tingkap profesionalisme si pemberi pelayanan.

beberapa pernnyataan tentang tarif yang sudah diketahui adalah: nominal tarif dapat murah dan tidak membebani rakyat jika ada peran serta pemerintah dalam proses pelayanan kesehatan. Kita ketahui selama ini kesepatan 15% nilai APBD untuk pelayanan kesehatan di luar gaji tidak pernah terpenuhi, jika dimasukkan gaji wah terlampau (walau belum pernah coba menghitungnya, katanya rahasia negara). peran serta pemerintah ini sepertinya gugur dengan adanya desentralisasi dan kesimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan pusat apa lagi dengan adanya kebijakan kewenangan daerah. wah-wah kok sampai kesana sih nulisnya, ..............

kebijakan tentang status kelembagaan rumah sakit dari SKPD menjadi BLUD, beberapa pakar menyimpulkan sebagai ketidak mampuan pemerintah membiayai pelayanan kesehatan di daerah sehubungan dengan panjang dan berbelit-belitnya proses penganggaran dan keuangan di daerah, padahal orang sakit berlangsung sepanjang tahun dan tidak ada hubungannya dengan tahun anggaran. ketidak mampuan ini menimbulkan dampak pada kualitas pelayanan yang persyaratannya juga sudah diundang-undangkan oleh pemerintah sendiri. Sistem keuangan berbasis kinerja juga sepertinya janggal bagi sebuah rumah sakit yang bertarif dan mendapatkan DPAnya dari pemerintah dengan prediksi penerimaan dari retribusi atau tarif pelayanan kesehatan. (padahal ada penjelasan tentang retribusi dan ada penjelasan tentang tarif). tersirat disini bahwa keberhasilan penerimaan dari pembayaran retribusi atau tarif mendekati pagu ANGGARAN yang direncanakan sebagai suatu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan (DUNIA KIAMAT NIH), dan untuk membiayai pelaksanaan kegitan pada tahun anggaran berjalan.

beberapa kebijakan telah lama diproklamirkan tentang bagaimana seharusnya pemerintah daerah terhadap RSUD-nya. dan RSUD-nya telah lama pula menyusun tarif-tarif dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, mencoba memperbaiki tuntutan-tuntutan tentang kwalitas pelayanannya, mencoba memenuhi kontinuitas dan ketersediaan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Tetapi: masih ada sudut yang belum dipandang, masih ada celah yang belum dikenali dan masih ada masalah yang belum dapat diatasi. gambaran-gambaran ini apakah menjadi beban rumah sakit sendiri, jika sebagai SKPD dan atau BLUD peran pemerintah dan Stake holder selalu diperlukan.

pertanyaannya kemudian adalah bagaimana peran itu beraksi untuk rumah sakit: ........................
(waduh kok bertanya terus sih penulis ini)

KOMPONEN PENILAIAN STATUS GIZI

”sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya...............” Dimana petugas gizi, dimana pemerintah, dimana kita

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia (ada yang menuliskan dengan kata”sangat” diantara masyarakat dan diperlukan, sehingga kalimat ini menjadi: “Peningkatan derajat kesehatan masyarakat SANGAT diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa  Indonesia.” Penulis tidak sama dengan yang menempatkan kata sangat, karena memang upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat diperlukan untuk menunjukkan bahwa pemerintah peduli rakyatnya. Faktanya adalah masih ada rakyat miskin, walau program dan pemanfaatan sumberdaya pendukung program sudah tersedia dan disediakan. Pertanyaannya adalah: “5 w + 1H seputar program yang mencerminkan kegagalan (menurut saya) itu.

Pertanyaan Pertama: Program Perbaikan Gizi Masyarakat (PPGM) tersusun dengan penyusunan yang mungkin baik karena diikuti dengan buku pedoman, dilaksanakan sosialisasi buku pedoman, disediakan anggaran sesuai buku pedoman dan kebutuhan (karena direncanakan sendiri berapa kebutuhannya) tetapi hasilnya : MASIH DITEMUI STATUS GIZI KURANG DAN GIZI BURUK di berbagai wilayah kerja PUSKESMAS. Apa yang terjadi. Mohon maaf jika pemaparan ini tidak sesuai dengan apa yang sudah kita laksanakan. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa:
1.      Petugas PPGM di Puskesmas adalah tidak tetap (mutasi unsur kepegawaian dan bahkan unsur politik) berada di Puskesmas. Saat BIMTEK diikuti oleh A dan proses mutasi menyebabkan A pindah maka PPGM dilakukan oleh B. Paska BIMTEK A tidak melaksanakan kewajibannya dalam menjalankan amanat PERJALANAN DINAS dan TUGAS dari PENYELENGGARA BIMTEK untuk TOT di Wilayah kerjanya. (istilah saya habis ditelan A).
2.      Tidak secara menyeluruh membaca buku pedoman dan berusaha memahami isi buku pedoman (masih untung ada yang membaca, artinya pendistribusian buku dari kemenkes ke dinkes prov dan dari dinkes prov ke dinkes kota/kab dan dari dinkes kota/kab ke Puskesmas atau ke petugas berjalan).
3.      Membaca tidak diikuti pemahaman yang seragam jelas memunculkan persepsi berbeda, persepsi berbada jelas menghasilkan kegiatan implementasi yang berbeda dan perbedaan itulah yang memunculkan masih adanya pernik masalah perbaikan gizi).
4.      Masih ada berbagai bukti lain yang jika dipaparkan akan menambah item ini; kita lanjut ke pertanyaan kedua.
Pertanyaan Kedua: Salah satu kegiatan PPGM adalah PMT AS (singkatan dari “barangkali” PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH). Laporan pelaksanaan kegiatannya dilakukan di xx SD di wilayah Puskesmas, artinya cakupannya bisa saja ke jumlah SDnya, bisa juga ke jumlah muridnya. Tetapi masih ada kasus, masih ada angka kejadian. Apa yang terjadi. Pengalaman lapangan dari mereka yang melaksanakan membuktikan bahwa: PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN ANAK SEKOLAH tidak dengan frekwensi pelaksanaan yang diprogramkan (contoh sebulan sekali), atau nilai kalori MTAS tidak Kilo kalori kebutuhan anak sekolah. Pertanyaan yang mengikuti adalah mengapa ini terjadi: Jawabannya mungkin: Mental Konsumtif Petugas demi kepentingan pribadi dan rendahnya pengawasan serta tidak kritisnya lembaga sekolah.
Pertanyaan Ketiga: Menilai Status gizi adalah dengan penimbangan, alat penimbangan yang disediakan Kemenkes ada yang digunakan dan ada yang tidak digunakan, yang digunakan tidak dikalibrasi keakuratannya dan yang tidak digunakan tidak dapat dipertanggungjawabkan kemana hilangnya. Guna proses penimbangan digunakan timbangan dagang yang seharusnya diminitor ketepan ukurannya oleh Badan Meteorologi. Ada yang aneh disini, alat ukur kesehatan (dalam pedomannya) dipelihara dengan kegiatan kalibrasi oleh BPFK, bukan oleh BMG atau KOPERINDAG. BB balita sama dengan berat beras, dan ketepatan ukuran hanya sebatas KG yang dapat dibaca, pengukuran BB yang tepat akan membantu penilaian kebutuhan kalori yang tepat. (mungkin, karena saya juga ragu).
Pertanyaan ini akan bertambah jika kemampuan analisa kita terhadap kondisi lapangan berpedoman kepada apa yang seharusnya dilaksanakan dengan cara yang seharusnya dikerjakan. Ada SPM, ada indikator, ada SOP dan ada buktinya serta dapat dipertanggungjawabkan.

Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004). Namun sebaliknya gizi yang tidak seimbang menimbulkan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh Indonesia, masalah gizi yang tidak seimbang itu adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dan Anemia Gizi Besi (Depkes RI, 2004). Pernyataan ini seharusnya melibatkan semua sektor pelaksana pembangunan negeri. Korelasi peran serta mereka sepertinya hanya dilakukan oleh Kemenkes (huebat sekali kemenkes RI ini). Diketahui dari pohon gizi bahwa kemampuan ekonomi berasal dari ketersediaan lapangan kerja, jika ketersediaan lapangan kerja sulai didapat maka kemampuan ekonomi jauh dari jangkauan (pendapatan perkapita penduduk pertahun masih terendah di Asia Tenggara walau pertumbuhan ekonomi kreatifnya 7% tahun 2013); kemampuan ekonomi yang jauh dari jangkauan mengakibatkan akses terhadap ketersediaan dan kecukupan kebutuhan sumber gizi keluarga mendapat hambatan. Selanjutnya dapat dibayangkan ketidakcukupan kalori, protein dan energi terjadi sepanjang 300 hari selama satu bulan dan 365 hari sepanjang tahun. Kondisi ini bukan lagi hanya milik KEMENKES RI.

Khusus untuk masalah Kurang Energi Protein (KEP) atau biasa dikenal dengan gizi kurang atau yang sering ditemukan secara mendadak adalah gizi buruk terutama pada anak balita, masih merupakan masalah yang sangat sulit sekali ditanggulangi oleh pemerintah, walaupun penyebab gizi buruk itu sendiri pada dasarnya sangat sederhana yaitu kurangnya intake (konsumsi) makanan terhadap kebutuhan makan seseorang, namun tidak demikian oleh pemerintah dan masyarakat karena masalah gizi buruk adalah masalah ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga, tetapi anehnya didaearah-daearah yang telah swasembada pangan bahkan telah terdistribusi merata sampai ketingkat rumah tangga (misalnya program raskin), masih sering ditemukan kasus gizi buruk, padahal sebelum gizi buruk ini terjadi, telah melewati beberapa tahapan yang dimulai dari penurunan berat badan dari berat badan ideal  seorang anak sampai akhirnya terlihat anak tersebut sangat buruk (gizi buruk). Satu atau berbagai masalah yang sebenarnya muncul dari kemampuan menganalisa pohon gizi dan menilai efisiensi dan efektifitas pelaksanaan berbagai program pembangunan.
Menjelang ditutupnya tulisan ini saya mengajak kita semua menghitung. Apa yang kita hitung.
1.      Menjumlahkan rupiah uang negara yang dikorupsi sejak 2004
2.      Menghitung harga kebutuhan sumber pangan yang menghasilkan kilokalori/energi/protein per hari
3.      Menghitung jumlah balita seluruh Indonesia
4.      Menghitung kebutuhan rupiah dari kalkulasi no 2 dan 3
5.      Membagi nilai 1 dan nilai 4 KEPADA KELUARGA MISKIN maka hasilnya adalah TIDAK DITEMUINYA STATUS GIZI KURANG DAN BURUK
6.      MEMASTIKAN BAHWA 5 DILAKSANAKAN DENGAN BENAR, JUJUR DAN BERTANGGUNG JAWAB..
Dalam PPGM masalahnya barangkali DARI sudut ILMU GIZI adalah MASIH ADANYA masyarakat atau keluarga balita YANG belum mengatahui cara menilai status berat badan anak (status gizi anak) atau  juga belum mengetahui pola pertumbuhan berat badan anak, sepertinya masyarakat atau keluarga hanya tahu bahwa anak harus diberikan makan seperti halnya orang dewasa harus makan tiap harinya. INI PERNYATAAN YANG MENNYESATKAN. DIMANA PEMERINTAH DAN UNDANG-UNDANGNYA. DIMANA PETUGAS KESEHATANNYA (kok langsung ke kalimat ini ya). Bicara program artinya adalah kegiatan pemerintah yang pasti didukung oleh seluruh sumber daya, ee kok keluarga jadi kambing yang dihitamkan.

PESANKU: JADILAH PEJABAT YANG PATUH ATURAN DAN MEMAHAMI KEBIJAKAN, LAKSANAKANLAH KEGIATAN SEBAGAIMANA PETUNJUK PELAKSANAANNYA. JANGAN JADI ATASAN SEPERTI YANG ADA DI BLOK M. 3 BIJI SEPULUH RIBU. AKH AKU BAGAIMANA. 

Sabtu, 21 September 2013

EVALUASI KINERJA PELAYANAN RSD KOL ABUNDJANI BANGKO

Tulisan ini ingin memberikan gambaran bahwa kita belum mencapai tujuan yang diharapkan, ....
Perencanaan yang disusun yang tidak diikuti oleh upaya aktif, proaktif, bersinergi untuk melaksanakan kegiatan yang dapat mendekati atau mencapai tujuan dari perencanaan yang sudah disusun tidak akan atau belum tentu berhasil dengan baik.
Berikut adalah kesimpulan dari berita BPK Prov Jambi:
Hasil pemeriksaan kinerja RSUD antara lain menyatakan bahwa:
1. Manajemen RSD Kolonel Abundjani tidak efektif dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Pelayanan Rawat Inap dan Kefarmasian sehingga tujuan RSD Kolonel Abundjani yaitu terselenggaranya pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Kamar Operasi, penunjang medis dan nonmedis yang bermutu tidak tercapai.

mari kita paparkan apa yang tidak dikerjakan sehingga kinerja tidak efisien dan efektif:
  • tidak efektif dalam melaksanakan kegiatan Pengelolaan Pelayanan Rawat Inap
Pengelolaan Pelayanan Rawat Inap disebuah rumah sakit seharusnnya dilakukan dengan mengaplikasikan, mengimplementasikan, mengadopsi dan lain sebagainya teori-teori dari manajemen pelayanan kesehatan, manajemen pelayanan medis, manajemen pelayanan keperawatan, manajemen sumber daya manusia dan berbagai ilmu manajemen laimnya. Wah ribet. Memang, daripada tidak melakukannya sama sekali. Pelaksanaan tugas pokok seperti yang diamanatkan oleh PERDA saja rasanya sudah akan memberikan hasil. Sebagai contoh. Ketersediaan Anggaran dalam DPA untuk pemeliharaan sarana dan prasarana RS jika digunakan dengan sebaik-baiknya untuk perumtukannya maka akan berakibat pada terpeliharanya WC pasien dari kemacetan, tersumbat, tidak bersih dan lain sebagainya. WC pasien macet akan menyebabkan hilangnya satu kamar rawat inap, jika banyak WC pasien macet makan akan banyak kamar rawat inap pasien tidak di huni, banyaknya kamar tidak dihuni maka akan mengurangi penerimaan retribusi jasa dan sarana pelayanan kesehatan dan akhirnya berakibat pada tidak tercapainya perimbangan anggaran dengan penerimaan.
Pertanyaannya mengapa Ketersediaan Anggaran dalam DPA untuk pemeliharaan sarana dan prasarana RS tidak digunakan dengan sebaik-baiknya?. Jawabannya adalah MORAL dan IDTIKAT BAIK. Jika pengelola memiliki paradigma yang belum reformis, memiliki kewajiban setor akibat dimilikinya jabatannya, memiliki niat untuk berlaku curang dan lain sebagainya, .... maka berapapun besarnya dana akan pasti tidak akan memberikan manfaat, ....
Pengalaman riel dalam melaksanakan KEPPRES dan PERUNDANGAN LAINNYA telah memberikan keuntungan bagi pengelolanya, seperti adanya honor pengelolaan, fee dari rekanan dan kesempatan untuk kaya sementara waktu sejumlah dana kegiatan. Jika honor dalam rupiah tidak diterjemahkan sebagai rezeki dari ALLAH maka pengelola kegiatan akan memanfaatkan dana untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya (Kebutuhan hidup konsumtif dan tidak ekonomis)' Manusia memang beda, dia beda saya beda, ....
anda bagaimana, .....
Banyak regulasi yang seharusnya diketahui dan diterapkan, diaplikasikan, diimplementasikan, diadopsi dan lain sebagainya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinnya sebagai PNS, sebagai pejabat dan sebagai pelayan masyarakat. Jika ini tidak dibuktikan maka mereka hannya akan berkata: "dulu-dulu begitulah kerja kita, aman saja kok ya". PNS yang seperti ini dapat dianggap sebagai pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dan tidak berpihak (lebih ekstrim lagi "masih kolot")  Dalam benaknya bukan bagaimana saya seharusnya berbuat, tetapi bagaimana saya bisa dapat, ..... walllahuallam bi sawab, ......
  • tidak efektif dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan Pelayanan Kefarmasian
Kefarmasian diketahui dalam perjalannya melekat pengaruh "Mafia Perdagangan Obat" . Dengan pemanfaatan kewenangan secara baik dan bertanggung jawab (karena ada kewenangan disalah gunakan) maka akan dapat terlaksana dengan baik. Regulasinya ada, bagi yang tidak melaksanakan regulasi maka kepadanya dapat dikenakan "melawan undang-undang walau tetap membutuhkan bukti". Menjalin komunikasi yangg baik antara 3 sokoo guru pelayanan kesehatan rumah sakit rasanya akan memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja. Kenapa sedikit: karena manfaat maksimalpun masih akan menemui hambatan dan kendala, terutama sikap dan perilaku manusianya.

Akh sepertinya saya orang yang idealis, tidak, saya tidak idealis 100%. saya hanya menulis menurut perspektif saya sebagai fungsional dan akademisi. Semuanya berlatarbelakang dari keinginan untuk berbuat baik, jujur dan tidak berbohong.

Terima kasih.

Minggu, 02 Juni 2013

Minggu, 23 Desember 2012

MENENTUKAN TARIF PELAYANAN PUBLIK

Salah satu kewajiban aparatur negara yang juga disebut sebagai abdi negara yang diberi gaji yang tugas utamanya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat yang juga mengikuti kewajiban negara dalam Menyelenggarakan Tugas Negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU APBN (Mardiasmo 2000) dan juga oleh kewenangan fungsionallnya yang melekat dengan jabatan fungsionalnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk Retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for sevice). Walau pun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang sebenarnya dapat dipaksakan kepada pemerintah, dan pemerintah seharusnya memberikan prestasi dan presentasi kepada masyarkat.yang akhir-akhir ini tidak semua perestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani dapat di buat secara gratis mengingat terdapat barang privat yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara individu, barang publik yaitu barang dan jasa kebutuhan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat serta barang campuran privat dan barang publik yaitu barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya di nikmati secara individu tetapi sering masyarakat umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut “merit good” (semua orang bisa mendapatkannya tetapi tidak semua orang dapat mendapatkan barang dan jasa) tersebut seperti: air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi publik. Pertanyaan yang menarik timbul adalah bagaimana menentukan harga pelayanan publik yang harus di bebankan kepada masyarakat?

 
Kebijakan Elitis dan politis

Menyimak dan meminjam istilah sjahrill effendi (waspada 12/1) dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya Stekholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujutkan teori stewedship yang memposisikan stekholder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus di layani oleh agent.

Amanah undang-undang Rumah Sakit tentang RS sebagai BLU adalah pengampunan dosa pemerintah sehubungan dengan keidak mampuan menyediakan anggaran/dana untuk kesiapan dan ketersediaan kinerja pelayanan kesehatan di masa lalu; telah membuat RS di daerah "gulung kuming" bersiap-siap dengan sadar dan atau dengan paksaan untuk mewujudkannya. Berbagai problema menjadi miliki mereka yang ada di RS daerah dengan kesiapan menanggung sendiri dan atau secara bersama-sama stakeholder  mensikapinya. Apa yang terjadi adalah: berbagai konplik muncul dengan tematik yang berbeda-beda dan dengan ending yang beraneka pula. 

Kesiapan pemerintah melalui DEPKEU dengan berbagai kebijakannya memberikan bantuan yang seharusnya dikapi dengan tulus dan kerterbukaan, tetapi nyatanya adalah lain. Jasa pelayanan yang telah meninabobokkan yang telah mereka terima menjadi alasan mereka bersikap a priori dan curiga denga  BLU, apalagi didukung oleh manajemen yang selama ini mereka ketahui adalah serba tidak transparans dan tidak akuntabel, bagaimana mensikapinya?.

Kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menetukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna Barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibanyarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.

Berapa Harga Yang Harus Dibebankan

Organisasi sektor publik harus memutuskan berapa pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah beban (charge) dihitung sebesar total biaya total tersebut terdapat (full cost recorvery). Walupun akan mengalimi kesulitan dalam menghitung biaya total dikarena:
Pertama tidak diketahui secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengidentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes.kedua Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi, Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan perbedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.
ketiga Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi. Keempat Biaya yang harus diperhitungkan, apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost). Yang akan memasukkan bukan saja biaya opersai dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas Hal inilah yang disebut marginal cost pricing.

Kompleksitas Strategi Harga

Terdapat beberapa alternatif dalam menentukan harga yaitu dengan Two-part tariffs: yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variabel charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. Dengan Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum). Dengan Diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga, dengan Full cost recorvery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan dan Harga di atas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga diatas marginal cost, seperti tarif mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.
Penetuan tari ini juga harus mempertimbangkan Opportunity cost untuk staf, perlengkapan dll, Opprtunity cost of capital, Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to siciety (opportunity cost). Polling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu. Dan Cadangan inflasi.Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan marginal cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.

Standar pelayanan Minimum (SPM)

Berapapun harga yang dibebankan kepada masyarakat harusnya juga merujuk pada setandar yang dibuat oleh organisasi sektor publik sebagi bentuk perbandingan pelayanan yang dapat di ukur, untuk itu sektor publik harus segera merumuskan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang menekankan pada pengelolanan sektor publik yang memiliki paradikma Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu: ekonomi, efesiensi, dan efektifitas
Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input yang tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu dan Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
 
Dalam penentuan standar pelayanan minimum sebagai fetback pelayanan kepada masyarakat maka organisasi sektor publik harus memperhatikan stekholder sebagai orang yang berkentingan dengan keberadaan perusahaan karenanya keterlibatan stekholder dalam penyusunan tarif dan standar pelayanan minimum sangant urgen seperti, masyarakat umum, akademisi dan para konsultan dan pihakpihak yang konsen dalam sektor publik.

Penutup

Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan aset milik pemerintah, utang, dan laba BUMN/BUMD. Aturan yang bisa dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for purposes yaitu membedakan biaya untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total biaya. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang.

naskah asli dari: Muhammad Rizal SE.,M.Si